Mas, aku ingin mengucapkan rasa syukur dan rasa sayangku kepadamu. Tidak ada yang tak aku syukuri bahwa Mas hadir didalam hidupku. Selama hampir 10 tahun saling mengenal, cintaku kepadamu makin hari semakin mendalam. Sama seperti pertanyaanmu dulu kepadaku ketika menerima pinanganmu untuk menikah, sampai hari ini aku tak pernah menemukan alasan mengapa aku mencintaimu. Ya ia hadir dariNya, tanpa perlu dipertanyakan mengapa dan kenapa.
Sewaktu aku masih sendiri, Mas tentunya tahu, aku tak memiliki figur Bapak yang lengkap. Selama kurun waktu lama, aku menguatkan diriku sendiri untuk mandiri melakukan apapun, tanpa posisi Bapak yang ideal karena beliau sakit. Rasa-rasanya, aku menemukan Bapak kembali saat 2012, didepan kantorku lama, saat aku bertanya, bagaimana memang kamu nanti mau memperlakukan pasanganmu? Lalu, Mas menjawab "membiarkan tumbuh, bahkan setelah menikah". Aku hanya tersenyum dan bilang lirih, kamu mirip Bapak.
Aku tahu, bahwa kelak beberapa tahun kemudian kita berpacaran. Mungkin awalnya hanya karena iseng, kamu patah hati, aku tahu kamu patah hati. Dan orang patah hati memang layak diisengin hehehe. Aku waktu itu hanya ingin, kamu tidak merasa sendirian. Kamu pernah mendampingiku dimasa-masa paling sulit saat aku kehilangan Bapak. Masa paling suram dan gelap dimana aku benar-benar merasa sendiri.
Aku mungkin terlihat tegar diluar, tapi kalau sudah soal orang tua, lain halnya. Mas tahu, aku dibesarkan dengan penuh gemblengan dari Ibu. Keadaan memaksaku kuat sedari awal. Pilihan-pilihan hidupku juga tak sepenuhnya mudah. Aku selalu ingat bagaimana, aku terpontang panting penuh kekhawatiran melihat orang tua sakit, berupaya sekuat tenaga untuk tetap berprestasi di sekolah, masuk UGM, membaca buku-buku, bekerja sembari jalan-jalan. Aku banyak mengambil kata "berani" karena aku tak punya pilihan selain jadi pemberani dan kuat. Hidup sudah menempaku seperti itu.
Tapi rasa-rasanya ujian cinta yang kita alami paling besar adalah saat aku masuk ke depresi. Beberapa bulan setelah Ibu pergi. Aku mengalami fase mood swing yang cepat. Gangguan fisik hingga ke 15 dokter. Tangis yang meledak tanpa sebab. Aku ingat kamu meneteskan air mata, saat aku berguling-guling di lantai karena merasa sakit yang teramat sangat dibatinku. Malam-malam aku memukul tembok, menangis seperti orang gila.
Aku ingat waktu yang tak mudah kita lalui. Tangisan demi tangisan. Tapi Mas selalu ada. Tidak mundur bahkan saat aku sudah ingin mengakhiri semuanya. Mas selalu bilang, aku bisa melalui ini semua. Seumur hidupku, mungkin selain Bapak dan Ibu, hanya Mas satu-satunya orang yang berani bertaruh banyak hal untukku. Saat aku benar-benar merasa sendirian dan jatuh dalam lorong depresi, Mas memegangku, memberiku kesadaran bahwa aku tidak sendirian, aku berharga dan hidup harus tetap dilanjutkan.
Aku berjuang dengan berbagai psikoterapi dan Mas selalu hadir untuk memastikan aku mendapatkan hal yang terbaik untuk sembuh. Hingga aku menyadari, aku dicintai dengan sangat tulus. Kita bertemu sebagai "rasa" suami istri.
Malam-malam engkau memelukku. Tidak berkata apa-apa, hadir memelukku penuh kasih. Aku tahu, cinta kita bukan hanya komitmen, akhirnya kita sampai pada raos rabi. Belajar bersuami istri dengan menggunakan "rasa" bukan semata keinginan atau karep.
Mas, adalah salah 1 anugerah terindah yang pernah ada dihidupku. Aku bersyukur sekali memilikimu. Jodoh kita dunia akhirat ya Mas :)