Rabu, 11 Desember 2013

Kekerasan Seksual : Korban Wajib Dibela

Tulisan ini dimuat di Koran Kedaulatan Rakyat Jogja, tanggal 10 Desember 2013.

Kasus SS, seorang kurator, dosen dengan bermacam penghargaan penulisan puisi menjadi sorotan hangat berbagai media nasional. Bukan karena hasil karya yang menghiasi dinding penghargaan, SS kini tengah disorot akibat dugaan kasus perkosaan yang mengakibatkan seorang mahasiswi di Universitas Indonesia, berinisial RW  yang mengalami kehamilan yang tidak dikehendaki.

Kasus ini mulai mencuat, ketika RW melaporkan kasus dugaan perkosaan yang dialaminya kepada kepolisian Polda Metro Jaya. Bagi para penggiat isu kekerasan terhadap perempuan,  kasus SS  harusnya bisa menjadi alarm bagi semua kalangan, bahwa kekerasan seksual baik dalam bentuk perkosaan, pelecehan seksual, eksploitasi seksual dan bahkan berdampak pada kehamilan yang tidak dikehendaki adalah realitas yang tidak bisa dibantah, yang bertanggung jawab terhadap perilaku kekerasan adalah pelaku, dan jangan lagi menyalahkan korban.

Jika kita mau merawat ingatan, tentunya publik seharusnya tidak akan lupa kasus kekerasan seksual yang pernah menjadi pembicaraan warga dunia, pada kasus perkosaan berkelompok terhadap seorang gadis perempuan di India, yang berujung pada kematian korban. Publik India kala itu marah, laki-laki dan perempuan turun ke jalan dan bahkan mengecam tindakan salah satu pejabat, yang mengatakan bahwa perkosaan terjadi karena perempuan tidak bisa menjaga cara berpakaiannya.

Selasa, 10 Desember 2013

Real Partner

Ia laki-laki baik yang saya temui, sebelumnya kami berteman akrab. Perkenalan kami dimulai dari jejaring sosial media, setelah saya mengenalnya dari tulisan yang sempat ia guratkan di sebuah jurnal. Saya tidak pernah kepikiran untuk menjadi bagian terpenting dalam hidupnya, tapi dimana pun dan kapanpun saya memang selalu menaruh rasa hormat pada sosok laki-laki yang mampu menjadi teman, sahabat dan menempatkan diri dalam kadar kedewasaan dalam berorganisasi maupun kehidupan.

Sejak awal kuliah, saya sangat suka membaca Hok Gie dan Kasino. Laki-laki pertama, saya temui lewat Catatan Seorang Demonstran. Gie menampakan dirinya kepada saya dalam wujud yang cukup culas namun misterius. Gie menerbangkan imajinasi saya pada sosok yang tak perlu ragu untuk tak dikenang, tentang mencintai buku, cinta dan pesta. Meski saya merevisinya menjadi buku, cinta dan kopi. Gie mengingatkan saya untuk selalu berdamai dan kembali menikmati alam, kala tubuh mulai enggan dan sulit untuk berkoordinasi dengan pikiran. Letakanlah beban dan lara dalam perjalanan, disana akan kau temui berbagai sudut pandang dan saat pulang, kau akan kaya. Ia bagai kamus berjalan, sejatinya saya selalu menyukai pemikiran laki-laki yang cerdas bukan hanya intelektual, tetapi juga tentang hidup dan memanusiakan.

Titik Nol

Titik dimana kita tak tahu lagi kemana kita akan melangkah, bukankah kejutan akan menempatkan dirinya secara tak terduga. 

Jujur inilah kebimbangan yang kini menerpa. Kemana saya akan melangkahkan kaki saya, sebagai perempuan yang akan beranjak ke usia 24 tahun. Barang kali, inilah cara Tuhan menempatkan saya untuk sepenuhnya mengenal diri saya kembali. Setalah bertahun-tahun, saya melalang buana dengan perjalanan dan asyik dengan setiap terpaan pemandangan.

Selama ini, saya adalah orang yang paling malas untuk melakukan perjalanan pulang ke rumah, apalagi sepeninggal papa. Perjalanan ini meski hanya menempuh jarak kurang lebih 60 kilometer dengan waktu tempuh satu setengah jam, tak selalu menimbulkan kesan mendalam, seperti saat perjalanan-perjalanan lain yang membimbing kaki saya untuk menjejakan kaki di tanah surganya.

Growing Pains

Banyak kesedihan yang ku tanggung. Seandainya aku boleh meminta dan mengulang waktu, aku ingin Bapak ku sehat. Menemaniku aku tumbuh dengan ...