Senin, 29 September 2014

Rahim, Tempat Kemanusiaan Dimulai

diundunh dari www.flickr.com/photos/tipstimesadmin
Kali ini saya ingin menulis soal rahim. Perkara rahim nyatanya bukan persoalan sepele. Oleh Tuhan (jika kalian mempercayaiNya) perempuan diberikan rahim.  Rahim sebuah kantung tempat bertabrakan antara sel telur dan sperma. Didalamnya jika ada ledakan maka menghasilkan janin kemudian tumbuh menjadi bayi. Saya, Anda dan kalian semua adalah hasil tabrakan antara sel telur dan sperma yang kemudian menghasilkan manusia. 

Manusia dibagi menjadi dua kelamin, disini saya tidak akan berbicara orientasi seksual. Lahir jelas menjadi perempuan dan laki-laki. Soal nantinya mau memilih orientasi seksual yang mana, ya itu hak. Jika Anda adalah laki-laki maka didalam tubuhnya akan ada seperangkat alat reproduksi dari penis, testis dan menghasilkan sperma.

Rabu, 03 September 2014

Surat Untuk Bapak #2

Bapak saat serangan stroke yang keempat

Malam ini saya berjanji untuk menulis tentang bapak. Bapak memiliki nama yang berbeda-beda. Kok bisa? Ya, di KTP namanya adalah Juri Suharto, di akte kelahiran saya ia menyebut namanya Suharto, sementara di kantor namanya adalah Suharto Sapto Cahyono. Di KTP tertera bahwa ia lahir tanggal 15 Mei 1955. Ia menutup usianya pada tanggal 14 Februari 2012, tepat pukul 15.55. 

Rabu, 11 Juni 2014

Surat untuk Bapak #1

Bagaimana menaguhkan rinduku padamu Pak. Rasa didadaku amat berkecamuk tak karuan. Makin lama jarak waktu dari hari kematianmu, hatiku makin tersayat-sayat, sesak dan kehilangan arahnya untuk pulang. Disana Bapak melihat semuanya dengan terang terhadapku tapi aku tidak pak, aku lepas tak terkendali.

Tiap kali aku ingin menangis, aku tak punya bapak untuk mengadu. Ingin kutahan air mata, tapi akhirnya ia jatuh juga. Doa-doa terucap, menatap ke langit. Aku tahu Pak, kau baik disana tapi rindu ternyata berbeda dengan rapalan janji doa akan tempat terbaik disana. Rindu berbeda dengan itu semua, jika rindu itu makin melebar, ia seperti lubang yang menganga. Seperti virus yang menyebar dan menghidupkan sendi kesedihan dalam rongga hati.

Pak, bagiku semua nampak sangat beragam ketika aku dihadapkan pada umur dari akte, berusia 24 tahun. Didepan cermin, kerapkali aku menatap diriku. Aku nampak seperti anak manja, yang tak pernah berubah, merasa bahwa masih ada ayah yang setia tidur bersamaku, mengompres panasku, membikinkan mie goreng jika aku kelaparan, mengantarkanku ke toko buku dan mengajakku naik motor menjelang tidur agar aku lekas terlelap. Pak, aku gagap untuk ditinggal sendiri. Tak kusangka, semua begitu amat pahit dari waktu dimana kau berada di pusara untuk pertama kalinya.

Dua hari lalu kau datang dalam mimpi, nampak kala itu, kau menggunakan batik, berpeci hitam, tengah mencopot sepatu. Berwajah segar dan hanya tersenyum sekilas saja. Kau menatapku, tak berkata apapun. Tapi dari sana, aku paham bahwa itu wajah rindumu. Dulu ketika Bapak masih ada, kerapkali aku melihat bapak menatapku tanpa aku pernah menyadarinya, lalu jika aku tak sengaja melihat bapak menatapku, maka bapak akan tersenyum saja.


Pak, hatiku terasa lengang. Mungkinkah ini yang disebut kehilangan. Bahkan doa pun tak mampu mengobati untuk meringankan. Aku tak memahaminya, sungguh Pak.

Growing Pains

Banyak kesedihan yang ku tanggung. Seandainya aku boleh meminta dan mengulang waktu, aku ingin Bapak ku sehat. Menemaniku aku tumbuh dengan ...