Sabtu, 17 Desember 2022

Aku dan Ibu

Semenjak alm ibuku pergi, aku sering digeluti pertanyaan, apakah aku sudah bisa membuatnya bangga, sebagai anak, kami berdua suka berantem. Setelah aku rasakan, aku ingat dan refleksikan kembali segala yang kulakukan, semua rasa hidupku bersumber darinya.
Meskipun aku banyak kecewa, aku sekolah ditempat paling baik, justru karena alm ibu. Sebagai anak yang lebih suka males-malesan, ngeyelan, dan nilai rapot yang gak jelas, ibu selalu menerima semua hasil belajarnya. Pernah ia mengatakan kepadaku saat aku SMP, kalau aku anak cerdas, hanya belum ketemu tempatnya saja dimana. Batinku saat itu, ya elah bu, aku kan males-malesan. Aku mulai belajar giat, sejak kelas 2 dan 3 SMA. Aku yang biasanya ranking bawah, pada saat kelas 2 mulai jadi peringkat 1 atau 2. Tujuanku cuma 1, agar aku masuk UGM. Ya karena itu mimpi ibu. Ibu cuma lulusan SD. Tapi ibu orang yang gigih dan tangguh. Ia selalu berpikir, mau kaki jadi kepala, kepala jadi kaki, asal aku sekolah. Meskipun ditengah proses itu, ya tetap kami gak akur. Ibu juga sering ngomel, banyak kejadian yang membuatku trauma juga. Aku dan ibu menghadapi banyak kejadian-kejadian berat dalam hidup. Bisa dibilang, di kondisi-kondisi paling buruk di hidup kami, aku lah anak yang paling kecil, paling sering jadi sasaran emosinya ibu yang pusing menjadi kepala keluarga dan merawat bapak yang stroke.
Kami juga gak akur lagi pas aku pacaran dan gak dapat restu. Empat tahun gelut hampir tiap minggu. Tapi aku juga gak pernah maksa ibu buat merestui pilihanku. Aku dah hafal, ia akan luluh hanya dengan waktu. Aku gak mau maksa ibu apa-apa. Aku tetap nurut sampai ia mau menerima dengan sendirinya. Sampai akhirnya, ia mulai mengerti pilihanku. Sebagai anak yang sering pikirannya sudah sampai 10, yang lain masih di 3, kata ibu, ia sering kepontal-pontal memikirkan cara berpikirku. Aku juga bingung, bagaimana memahami ibu. Pusing pokoknya. Gak akur.
Setelah aku menikah, ia mulai mengerti bahwa aku banyak belajar, bagaimana menjalani hidup. Ibu masih sering menganggapku seperti anak-anak. Yang kusadari adalah bentuk kekesalanku, karena ia jarang hadir pada fase-fase aku membutuhkannya. Hampir lebih dari separuh hidupku, ibu sudah menjadi pencari nafkah dan menghidupi banyak orang yang bekerja di rumah. Ia tumpuan dari orang-orang yang bekerja kepadanya, secara sosial ia termasuk perempuan dengan pengaruh besar. Bayangin, pas nikahin aku, tamunya 2000 belum tamu-tamu lain yang datang dari keluarga maupun kerabat. Ia punya relasi yang kuat secara sosial. Aku menyadari itu saat pesta pernikahannya. Sudah janda tapi bisa menikahkan anaknya sendirian dan masih kuat. Ibu paling senang saat aku menikah, katanya semua pas. Makanan tidak kelebihan, semua sesuai porsinya. Ia juga senang, aku madeg.
Dengan semua drama yang terjadi, aku merasa beruntung bahwa meskipun kami tak akur, sebenarnya kami saling menjaga satu sama lain. Aku bisa dibilang nampak tidak perduli dan cuek bebek sama ibu. Seringkali aku melihat ibu lebay dan berlebihan. Aku tahu, ibu seringkali merasa bahwa ia tak punya banyak waktu padaku ketika aku kecil dan remaja. Setelah aku menikah, ia selalu ingin dekat denganku. Meski akunya juga cuek bebek. Aku gak terbiasa dekat dengan beliau, tapi aku akan selalu jadi nomor pertama berada digarda paling depan kalau ibu kenapa-kenapa. Apa saja akan kulakukan, asal ibu baik. Aku bukan anak yang bisa membuat tenang ibu memang, ia baru memahami caraku bertindak dengan berjalannya waktu. Aku punya cara-cara yang berbeda untuk mengatur hidupku. Ibu berupaya melanjutkan value lama dari generasi sebelumya. Aku yang merasa tidak cocok, ya tidak menggunakannya. Ini membuat kami sering gak ngerti. Aku hanya berupaya menjadi versiku sendiri, tidak selalu menjadi anak yang selalu menyenangkan orang tua. Aku ingin ibuku memahami bahwa cara tumbuhku berbeda, dan itu tidak apa-apa.
Pas ibu pergi, sedihku tidak terkira. Ya alasanku hidup selama ini dalam situasi-situasi sulit sudah pergi. Tapi pelan-pelan, aku merasakan, kami memang berelasi dengan unik. Aku yakin, ia bangga kepadaku. Aku juga bangga kepadanya. Kadang-kadang cinta memang aneh. Yang tenang ya Bu disana. Jangan ngomel-ngomel mulu, hehehehe. I love you..

Minggu, 11 Desember 2022

Mengeluarkan Trauma

Butuh keberanian besar untuk bertemu momen paling menyakitkan didalam hidup. Menemuinya butuh kesiapan, kesadaran dan pengertian. Beberapa hari belakangan, aku mulai mengeluarkan trauma lagi. Aku berupaya menyiapkan diriku untuk menemuinya, meski kadang efeknya jauh diluar perkiraanku. Aku sudah berupaya mindful tapi selalu ada drama yang tak terduga. Seperti beberapa hari yang lalu, aku masuk lagi ke trauma yang paling dalam. Tubuhku langsung gemetar hebat, kepalaku sakit, mulai memukul tembok, lalu menangis. Namun, itu ternyata tidak cukup. Selang tak berapa lama, aku memuntahkan semua makanan yang ada di perutku, padahal aku tidak sakit. Aku sendiri merasa merinding setelah itu. Aku takjub dengan keberanianku sendiri. Pelan-pelan, sakit didada seperti ada yang lepas meski belum semuanya. Masih ada sisa. Sebaiknya jika kalian belum ngerti handling dengan kondisi ini, harus didampingi psikolog. Diriku sendiri, berani karena aku dan pasanganku sudah tahu apa yang biasanya terjadi. Suamiku akan disampingku, jika aku mulai mengerluarkan gerak gerik melepas trauma. Ia tetap akan menunggu, jika perlu akan memelukku karena aku akan menangis ketika mengeluarkan trauma itu. Dan memang trauma ini harus dikeluarkan. Setelah rasa sakit itu, maka pelan-pelan akan pulih. Masih ada yang tersisa tapi tidak seperti dulu rasa traumanya. Aku pelan-pelan mulai berani dan kembali menjadi diriku sendiri. Menerima rasa sakit lalu melepaskannya. Emang ga enak sih, tapi ini cara satu-satunya menyembuhkan luka. Semakin kita mengenali diri dan luka, semakin kita bisa baik dengan diri sendiri dan orang lain 😊

Kamis, 13 Oktober 2022

Pendekatan Psikoterapi

Ada beberapa kawan yang bertanya, psikoterapi dengan psikolog itu kayak apa?


Pendekatannya macam-macam dan masing-masing  orang beda-beda tergantung derajat keparahan dari diagnosis yang didapat. Psikoterapi ada macam-macam, ada EMDR, Hipnoterapi, Mindfulness Based Cognitive Therapy, Mindfulness Based Stress Reduction, Cognitive Behaviour Therapy (CBT) yang jadi dasar stocism. Kadang psikolog bisa mengkombinasikan beberapa pendekatan ini. 


Lalu yang terpenting apa? Mengolah diri dan melatih diri. Yang paling menantang adalah ini. Masing-masing orang punya cara untuk bisa mempraktekan perubahan-perubahan dalam diri. Ada yang menulis, ada dengan melukis, ada yang benar-benar dialog diri, meditasi, dll. Pendekatan-pendekatan dalam psikoterapi adalah melatih banyak hal untuk kita berubah cara pandang, makna dan menyadari bahwa perubahan dalam kehidupan adalah pasti. 


Sempat ada yang tanya kok bisa 1,5 tahun ke psikolog, panjang sekali? Masing-masing orang punya waktu yang berbeda mengolah segala persoalan dari dalam dirinya. Ada yang cepat, ada yang lambat. Tapi aku menyarankan, sebaiknya dalam masa pemulihan psikis, kurangi aktivitas fisik dan pikiran berlebih. Karena ini akan berkaitan dengan naik turunnya emosi selama psikoterapi. Maka peran support system ada disini. Sebagai contoh, selama 1 tahun aku istirahat total, secara otomatis, aku tidak bekerja berat. Jika bekerja pun hanya dengan ritme pelan. Secara otomatis, yang melakukan back up adalah suami (sayangnya tidak di back up oleh negara). Padahal dalam CRPD (Convention on the Rights of Persons with Disabilities), ada opsi untuk memberikan hak-hak bagi penyandang disabilitas mental untuk mendapatkan support system yang baik, misalkan jika ia bekerja, maka ia tetap mendapatkan haknya dalam masa pemulihan. Selama aku depresi, suamiku mengerjakan beberapa modul soal CRPD, sehingga ia tahu benar bagaimana melakukan penanganan kepadaku, selain juga karena ia juga dosen psikologi. 


Psikoterapi ini proses panjang memang. Aku selalu bilang, sabar dan nikmati prosesnya. Tidak ada yang instant. Aku ingat benar, saat aku ditanya psikolog, mbak ini akan lama, siap ya? Aku memilih opsi hampir 1,5 tahun karena manfaatnya akan satu-per satu didapatkan dengan proses. Tidak selalu berhasil, bisa up and down. Tapi ini kesempatan mengenal diri dan memaknai hidup dengan lebih baik. Sayangi diri kalian. Depresi adalah ruang kembali mencintai dan mengasihi diri. Ia alarm dari diri kita sendiri untuk kembali menengok kesejatian kita. Selamat berproses ya kawan :)

Jumat, 07 Oktober 2022

Mualid Kanjeng Nabi

 Maulid Nabi Muhammad selalu menjadi bulan yang memberi rasa hangat bagiku. Karena telah lahir manusia yang baik, hangat dan mengasihi siapa pun. Membela mereka yang paling lemah, menolong mereka yang terpinggirkan, bahkan yang penuh lumpur kesalahan dan dosa.


Bagiku, Kanjeng Nabi adalah anugerah itu. Anugerah bagi seluruh mahkluk. Aku sering bertanya, bagaimana ada manusia seperti beliau. Yang lembut, penuh pengertian dan kebaikan. Berabad-abad setelah tubuhnya dimakamkan, tetap ada sholawat yang menggema diseluruh alam, memuja dan meminta syafaat darinya.


Kanjeng Nabi selalu memiliki tempat paling dalam dibatinku. Kisahnya sangat intim bagiku. Ketika aku masuk ke depresi, dimana penuh dengan lumpur kebencian dan kesakitan, selain kepada Allah, aku meminta Kanjeng Nabi membantuku, merayu Allah agar ia juga melindungi dan menyelamatkanku. Sholawat menyelamatkanku dari keadaan paling mengerikan yang pernah kualami sepanjang hidup.


Suatu malam, saat pertama kali suara psikotik (bisikan di telinga), mulai berdatangan, dua suara yang kudengar ditelinga adalah "Allah, Allah". Setelahnya aku mulai mendengar bisikan-bisikan bunuh diri. Aku hanya menyebut nama "Allah-Allah" saat suara bisikan bunuh diri beruntun datang. Aku bertahan dengan terus menangis dari malam ke malam. Berdoa dan bersholawat selain ikhtiar farmakologi dan psikoterapi. Aku puluhan kali bahkan ratusan kali di masa-masa itu meminta tolong agar diberikan cahaya. Apapun itu, aku meminta tolong karena aku tahu, hanya cahayaNya dan Kanjeng Nabi lah yang bisa menyelamatkanku dalam kondisi paling menyedihkan. Dalam kondisi depresif, aku sering berdoa dan berdialog dengan Allah, tentang banyak hal yang tak pernah kumengerti. Aku selalu bertanya seperti orang putus asa dan mengadu banyak hal. Mungkin ini adalah fase paling intim hubunganku dengan Allah dan nantinya dengan Kanjeng Nabi


Suatu malam, saat aku berada di Kalimantan, sehabis meminum obat antidepressan dan membaca Quran, aku tertidur. Malam itu, aku bermimpi, seseorang memanggilku dan memintaku melihat ke atas. Aku melihat "nur" bertuliskan nama Muhammad. Aku tertegun dan memandangnya berulang kali. Saat itu didalam mimpi aku menangis dan berulangkali melihatnya. Cahaya itu sangat hangat dan terang. Aku berguman "Aku tidak tahu, apakah ini benar engkau Ya Rasulluloh, hanya aku ingin menangis, aku pasti tertolong". Lalu aku terbangun dan menangis sejadi-jadinya. Setelah mimpi itu, satu per satu jawaban kudapatkan tentang perjalanan iman, tentang hakikat hidup, tentang kematian, tentang menemui diri sendiri dan akhirnya mengenalNya dan semestanya. Dan tentunya mengenalmu Ya Nabi.. Ya Rasululloh...

Selasa, 27 September 2022

Perasaan Any Kecil

Any kecil pernah mengalami fase ketidakmengertian tentang rasa orang lain. Bagi any kecil, perasaan manusia adalah hal yang paling sulit dan rumit untuk diselami. Ada orang yang mengatakan mencintai, tapi ia kasar dan memukul. Ada orang yang bisa membenci orang lain hanya karena katanya Tuhannya berbeda. Ada seseorang yang bisa nekat bunuh diri meskipun katanya itu menyakiti diri sendiri. Saat kecil, ia tidak bisa mengerti setiap melihat berita kriminal, ada orang yang bisa membunuh orang lain, seorang ibu membunuh bayinya, padahal yang ia bunuh juga pernah berada dalam kandungan dan berjuang untuk hidup, lalu kenapa bisa orang mematikan yang lain. Ia pernah menulis kepadaku;

"Perasaan manusia, adalah yang paling rumit untuk kuselami. Ada yang mengandung anaknya, tapi tak pernah benar-benar menginginkan anaknya. Ada yang mencintai sepenuh hati, tapi tak dicintai sepenuh hati. Aku sekarang mengerti, bahwa yang perlu kuselami adalah diriku sendiri. Aku tak bisa menyelami hati orang lain. Dan mungkin, aku tidak pernah akan mengerti isi hatinya. Kurasa, memang yang diperlukan hati dan pikiran adalah merasa cukup. Merasa cukup untuk menerima semua secara apa adanya. Kita sudah dewasa."
Sebagai orang dewasa, aku merasa bersyukur, kami telah sampai pada titik ini. Mengantarkannya dan mau diajak menjadi sosok dewasa. Dua tahun, dialog yang kujembatani dengan inner child telah membuatnya mampu tumbuh dari luka. Mampu untuk dewasa. Aku merasa bersyukur, ia berjalan pelan, berproses dengan pengertian. Tidak dipaksa. Karena kami tahu, setiap manusia lahir dan kembali dengan dirinya sendiri. Mengenali diri membuat kami bisa melangkah dengan lebih ringan.
Hari ini, kami telah sembuh dari depresi. Farmakologi dan psikoterapi telah selesai kami lalui. Ini kebahagiaan dan rasa syukur yang kami ucap bersama, kami telah melalui awan gelap dan lorong depresi dengan sangat baik. Alhamdulillah..

Senin, 26 September 2022

Cahaya sebelum Cahaya

Dua tahun sudah, depresi telah kulalui. Dengan gelombang perasaan dan pikiran naik turun. Aku telah berhasil melampauinya. Aku membuktikan kepada diriku sendiri bahwa aku orang yang berani. Menemui diri dan trauma mendalam. Menghadapi, menerima dan mengikhlaskannya. Tak terkira betapa bersyukurnya batin dan diriku, Allah SWT telah menyelamatkan dan Kanjeng Nabi telah memperkenankan diriku untuk ditolong oleh cahayanya. Aku percaya, doaku diawal menuju depresi dengan meminta pertolongan kepada keduanya benar-benar didengar. Datang dengan perasaan perih dan penuh kesedihan hati, kini aku tahu, bahwa setelah kesulitan akan selalu datang kemudahan. 

Gelap yang kurasakan diakhir 2020 dan awal 2021, telah membawaku pada serangkaian pengobatan panjang. Aku menyerah dan ingin sekali mengakhiri kehidupan. Apa yang kuhadapi bertubi-tubi benar-benar membuatku tidak mengerti lagi makna nafas. Yang setelah depresi kulalui, justru dari nafaslah aku bisa bertahan dan menguatkan kesadaran. Sungguh, berat kurasakan saat itu, beban hati yang tak pernah kering lukanya. 

Kini, aku telah mengerti. Bahwa depresi telah mengubah total seluruh alur kehidupan yang kujalankan. Kini hidup penuh dengan kesadaran, keikhlasan, pengertian adalah olah yang sepanjang hari akan kulakukan hingga kelak aku kembali kepadaNya. 

Pada akhirnya...

Aku merasakan, bahwa kehilangan adalah berkah dariNya. Untuk memahamkan aku (manusia), yang ingin kekal dan abadi. Padahal, kita hanya meminjam dariNya. Ya meminjam, karena Ia tahu, manusia tidak akan pernah kuat menanggung kepemilikan yang kekal. Karena hanya Ia lah yang kekal dan abadi. Manusia harus berbahagia hati karena hanya dipinjami, karena itu adalah bentuk kasih sayangNya, agar kita tidak menderita kepada kepemilikan. Ia dengan lembut hati selalu meminta kita pulang kepadaNya, karena Ia terlampau sayang, agar kita tidak salah jalan. 

Allah SWT, terima kasih telah memberi kesempatan kepadaku menemui diriku dan akhirnya menemuiMu. 

Ini perjalanan yang penuh makna, mahal dan mewah.

Kanjeng Nabi, terima kasih telah datang, ketika aku sudah tak mampu lagi mengadu kepada siapa lagi, meminta syafaat, meminta cahaya. Terima kasih.

Aku mensyukuri semua, telah memberiku perjalanan batin, diperjalankan dalam sebuah lorong gelap hingga aku mengerti, apa itu cahaya sebelum cahaya...

Minggu, 11 September 2022

Es Krim dan Tumbuh Melalui Luka

Memakan es krim, untukku, menjadi tidak sederhana. Ada banyak kenangan disana. Yang kini ku mengerti sebagai cara merawat kenangan baik sekaligus pertumbuhan atas luka. Saat kecil, ketika aku menangis, bapak akan mengajakku membelikan es krim dan berbicara kepadaku. Mengapa aku menangis, kadang juga aku tak menjawab, meski ia sudah membujukku dengan lembut. Aku baru akan bercerita jika aku merasa memang tidak bisa mengerti apa yang kurasakan. 


Bertahun-tahun setelahnya, saat dadaku sakit karena mengalami peristiwa-peristiwa perih, aku akan datang membeli es krim atau mungkin ke McD hanya makan es krim cone plain. Dan diam. Biasanya aku sendirian dan memakannya saat senja. Orang-orang atau teman-temanku selalu bertanya mengapa aku senang makan es krim sendirian, ada banyak kenangan yang tidak mungkin bisa kuceritakan bersama alm Bapak. Aku biasanya cuma diam dan menikmati es krim itu sendiri.


Saat itu, aku tahu, betapa sepinya hari-hari hanya memakan es krim sendiri. Aku harap, Bapak bisa menemaniku. Mendengarkan ceritaku bahwa aku benar-benar merasa sepi. Lalu, aku akan menulis setelah memakan es krim, di notes yang kubawa. Aku kerap melakukan ini, terutama saat bapak sudah mulai tidak bisa bicara dan aku harus kuliah di Jogja. 


Aku termasuk kikuk, saat pertama-tama ada Mas Ryan menemaniku makan es krim dan melihat senja didekat McD Sudirman. Inner childku melihat dia cukup lama sembari mengamati. Aku sadar, ia berguman "ada orang yang mau menemaniku ya". Seakan ia tidak pernah bertemu orang yang mau menemaninya melakukan hal yang biasa dianggap aneh orang orang lain. Makan es krim sendiri, setelah bapak sakit.


Mas Ryan selalu menemaniku makan es krim dimasa-masa itu. Hanya memastikan, aku senang dan merasa baik setelah makan es krim. Ia mungkin sudah tahu, tanpa banyak berkata-kata, menemaniku, karena dia tahu, hatiku sebenarnya sepi dan perih mengingat bapak. 


Hari-hari, berjalan. Aku selalu berharap, luka-luka yang tertinggal, tentang masa perih saat Bapak sakit bertransformasi dengan baik. Semoga ada banyak waktu memakan es krim dan catatan luka yang pernah terjadi, berubah menjadi pengertian dan penyembuhan batin ❤🐋🐬🐳💕💞

Selasa, 06 September 2022

Menemui Trauma

 Mungkin pengalaman yang paling membuat hidup lebih bermakna adalah menemui trauma. Sebagai pemborong trauma (hehehehe), hampir semua kurasakan dimasa anak-anak, mengingat dengan detail setiap trauma ternyata membantu kita menyembuhkannya. Sederhananya, aku kerapa bertanya kepada diri sendiri, mengapa aku bisa sangat enggan mengerjakan tugas-tugas yang tidak aku sukai. Aku bahkan bisa meninggalkannya begitu saja. Aku kemudian mengingat hari pertama aku masuk TK, disuruh menggambar ikan, dan dimarahi gara-gara gak bisa menggambar ikan dengan benar. Aku kemudian memutuskan mogok sekolah selama seminggu. Aku memiliki trauma mendalam karena dianggap gagal menggambar ikan. Lalu ternyata hal itu merembet ke banyak fase-fase hidup setelahnya, karena luka pada inner child ini tidak diselesaikan.

27 tahun setelahnya, aku datang pada anak kecil berusia 5 tahun itu. Dan aku masih melihatnya marah dan kecewa karena dianggap gak bisa menggambar ikan. Aku mengingat peristiwa dalam memoriku, dan mengajaknya bertemu dengan peristiwa itu. Ternyata dadaku sakit karena menahan amarah. Aku mengajak inner child untuk melihat bagaimana peristiwa itu, menghadapi dan menyelesaikan perasaan yang tertinggal dan terluka itu. Hasilnya? Aku bisa beranjak dari luka itu dimasa sekarang. Biasanya jika ada respon inner child, aku meneliti, ini kenapa ya? Ia akan mudah memberikan gambaran memori itu dari mana. Tidak selalu berhasil memang menerima perasaan-perasaan tidak nyaman. Paling ekstrim, ia bisa marah-marah dan nangis hanya karena ingat wajah ibu waktu marah-marah dan berteriak saat ia masih kecil. Efeknya, malamnya aku jadi mimpi buruk. Tapi sekarang jauh-jauh lebih baik, jika ia melihat wajah ibu dalam memorinya, ia bisa melotot sambil mayun. Meski masih ada sisa kemarahan, tapi progresnya jauh sangat baik. Semua harus dijalani dengan apa adanya. Dulu aku mengira, hati itu tipis dan mudah terluka. Tapi baru kesadari, berkali-kali hati itu dilukai, justru ia semakin kuat, asal kita mengerti cara merawatnya 🙂

Selasa, 02 Agustus 2022

Suamiku Difabel Kaki

Mungkin akan selalu ada pertanyaan, mengapa aku bersedia menghabiskan waktu sisa hidupku dengan suami yang memiliki difabel kaki. Yang mungkin bagi banyak perempuan, bukan sebuah pilihan. Mungkin, banyak juga laki-laki, yang meremehkan, atau mungkin juga tidak terima, mengapa aku akhirnya memilihnya?


Aku tidak pernah punya alasan mengapa akhirnya aku mencintainya. Itu yang kujawab ketika pertama kali, ia mengajakku menikah. Aku tak pernah punya alasan. Bagiku, cinta adalah hal yang tulus, tanpa butuh alasan-alasan teknis.

Aku belajar dari kehidupanku. Hidupku yang kuperjuangkan agar sempurna, nyatanya tak pernah sempurna. Aku mengharapkan kesempurnaan dari cinta ibuku, agar ia memiliki waktu untukku, mengantarkanku sekolah, bisa imunisasi bersamanya, diajak ngobrol, dan semua harapan itu tak pernah sepenuhnya aku dapatkan. Aku tahu Tuhan mengajariku untuk bisa menerima hal-hal yang tak pernah sempurna didalam hidup, bahkan semenjak anak-anak.

Aku tahu, keputusanku untuk menikah juga dulunya tak disetujui oleh keluarga pada awalnya. Tapi bagiku, cinta melewati batas-batas itu semua. Aku belajar mencintai ayahku, yang difabel karena serangan stroke berkali-kali. Dari yang awalnya bisa bergerak hingga diatas kursi roda. Cintaku tak terbatas untuknya, seperti halnya ia mengajariku untuk mengasihi apapun dengan lembut. Begitu juga, aku belajar menerima dan mencintai ibuku dengan caranya, bergerak menjadi kepala keluarga dan keras kepada kehidupan. Ia melakukan itu untukku, agar aku bisa hidup, sekolah dan punya kehidupan yang lebih baik.

Cintaku kepada suamiku, yang difabel kaki, semakin hari semakin tumbuh dengan penuh kasih. Bagiku, ia adalah kesempurnaan dalam ketidaksempurnaan. Bagi banyak orang, ia mungkin memiliki kekurangan, tapi ia mengajariku bagaimana mencintai kekurangan. Aku tak pernah melihat difabel kakinya sebagai kekurangan karena aku meyakini, semua manusia, layak dicintai, apapun dan bagaimana pun keadaan fisik dan mentalnya.

Suamiku, tak pernah berupaya membuktikan apapun kepadaku. Ia menerimaku apa adanya. Aku dekat dengannya, saat aku dalam posisi depresi dan dia tidak meninggalkanku di tahun 2012-2013. Hanya dia yang mau menerima dan memastikan bahwa aku akan baik-baik saja, setelah bapak tidak ada. Dia pula yang mau melihatku menangis dalam keadaan depresif (meski aku tahu, ia tak pernah mau melihatku menangis setiap hari), saat aku kehilangan Ibu secara mendadak.

Cinta bagiku melebihi hal-hal fisik dan teknis. Aku melihat bagaimana ibuku tak pernah meninggalkan bapakku, saat bapak tak berdaya. Cinta itu juga dirawat alm ibu, saat ia mengatakan tak akan menikah lagi. Cintanya hanya untuk alm bapak.

Saat orang-orang berkata, ah sekarang posisi suamimu sudah dapat ini dan itu (jabatan dll). Aku sudah melewati banyak hal yang membuatku tak pernah mau berlutut karena jabatan, uang dan kekuasaan. Aku pernah melewati itu disaat usiaku masih kecil. Keluargaku pernah kehilangan uang miliaran rupiah, dan aku tahu dari peristiwa itu, harta mungkin diperlukan tapi ia tak akan cukup tanpa ada kehangatan dan cinta.

Bertahun-tahun, aku selalu berupaya tulus mengasihi orang-orang yang pernah singgah dalam hidupku. Tanpa berharap suatu saat akan ada yang mengasihiku dengan cara yang sama. Seperti halnya suamiku, yang difabel kaki. Aku hanya berharap bisa selalu memberikannya cinta yang hangat, mengasihi dan kami bisa saling menemukan tempat pulang, ditengah dunia yang kadang lebih banyak menawarkan kepentingan, kekuasaan dan uang tanpa batas. Tanpa sepenuhnya menyadari, bahwa hidup hanya butuh dijalani dengan kasih, cinta, makanan cukup, rumah dan merasa cukup...

Jumat, 01 Juli 2022

Rumah Hangat

Sebagai anak bungsu yang lahir dengan jarak 11 dan 13 tahun dari kedua kakak ku, aku termasuk anak perempuan yang manja, terutama kepada bapak. Bapak sangat sayang kepadaku, kasih sayangnya hangat kepadaku. Caranya memperlakukanku sangat hangat dan penuh kasih. Seumur hidupku, aku merasa sangat dikasihi oleh bapak, meski ia sudah tidak ada. Kehangatannya lah yang membuatku merasa harus melanjutkan hidup. 

Aku mengalami banyak kesulitan hidup setelah alm bapak mengalami sakit pertama kalinya, di saat usiaku 8 tahun. Bapak masih memberikan kasih sayang yang hangat, namun pelan-pelan berkurang. Sesuatu yang amat bertolak belakang dengan ibu, yang lebih banyak disiplin, mungkin cenderung kasar kepadaku. Hingga akhirnya aku memperoleh wounded inner child dari alm ibuku. Selama rentang waktu sejak bapaku sakit pertama kalinya, hatiku selalu berdoa, suatu saat, aku bisa menemukan cinta yang hangat seperti yang alm bapak berikan kepadaku, meski hanya sebentar.

Selama usia 8 tahun hingga aku beranjak remaja dan kuliah, aku berkali-kali berpacaran. Meskipun berakhir dengan berantakan dan tidak jelas. Berkali-kali aku pacaran. Mungkin karena aku mencari figur bapak juga. Dan memang banyak menelan kekecewaan karena apa yang kuharapkan juga tidak pernah mewujud dalam sosok laki-laki. Tahun 2012, aku memutuskan untuk sebaiknya tidak perlu menikah. Aku tidak berharap banyak karena di tahun itu, aku kehilangan bapak.

Namun, mungkin Tuhan mendengar doaku kala itu. Saat alm bapak pergi, di saat itulah Mas Ryan datang didalam hidupku. Aku tidak tahu kenapa, ia begitu baik dan hangat kepadaku. Saat aku merasa sendirian, ia selalu ada dan mau menemaniku. Berkali-kali kami jalan, ia bisa dekat denganku sebagai sahabat dan rekan kerja. Aku masih pacaran dengan orang lain, meski akhirnya putus. Aku bahkan tidak berharap banyak pada kehidupan, sekedar menjalani hidup.

November 2013, aku tidak menyangka, ia mengajakku menikah. Iya, meski iseng. Hubungan yang awalnya kupikir hanya akan berjalan hitungan minggu atau bulan, ternyata tidak seperti itu. Aku tidak tahu kenapa, ia mau denganku. Ia menemaniku menyelesaikan skripsi, ia menyediakan bahu ketika aku lelah, mau bersamaku saat kami ditolak alm ibu (yang masih sering membuatku kesal, karena ibu menolak diberikan menantu yang baik), ia selalu memelukku dengan hangat saat aku merasa dunia bahkan terasa tidak menerimaku. Aku mengingat satu kenangan, saat aku memeluknya hampir 1 jam, dan dia tidak berbicara banyak. Itu terjadi saat kami ditolak ibu, dan aku merasa sangat tidak ada lagi orang yang memahamiku seperti mas ryan. Bertahun-tahun, mungkin ia tahu, aku menanggung duka. Setelah alm bapak pergi, tak ada seorang pun di rumah yang mau menerimaku secara apa adanya. Aku jarang pulang, dan hanya ia tempatku pulang dan bersandar. Saat dunia bahkan tidak menerimaku lagi. 

Perasaan tersisihkan itu selalu muncul didalam diriku, hingga aku sadar itu adalah bawaan dari wounded inner childku. Aku merasa sangat insecure karena bertahun-tahun benar-benar merasa sendiri dan tidak memiliki sosok yang mengerti diriku seperti alm bapak. Aku kerap menangis bahwa aku tidak memiliki kesempatan untuk memiliki keluarga yang hangat. Hingga aku akhirnya menerimanya sebagai sebuah bagaian pembelajaran, untuk pula mengatakan cukup bahwa ibukku tidak memiliki skill kehangatan seperti alm bapak dalam memahamiku. Aku tidak perlu menggugat sesuatu, dimana alm ibu juga tidak mungkin bisa memberikannya. Ini seperti omong kosong.

Ryan adalah sosok hangat itu. Ia selalu menerimaku secara apa adanya. Ia sangat pengertian kepadaku dan percaya kepadaku. Sosok laki-laki yang membuatku merasa aman disampingnya. Tidak pernah melarangku, selalu mendukung cita-citaku. Aku merasa menjadi perempuan beruntung di dunia ini karena memilikinya. Kehangatan dan kasihnya juga membuatku berubah cukup banyak. Ia memastikan bahwa bersamanya, aku akan aman. Tidak ada lagi rasa ketakutan dan mampu mandiri diatas kakiku sendiri. Bertahun-tahun, inner childku merasa ketakutan. Tapi adanya Ryan, membuatnya menjadi tidak takut. Tapi Ryan memberiku suatu daya, bahwa aku bisa hidup dan layak dicintai. Sesuatu yang hampir sepenuhnya hilang, saat bapak sakit dan kemudian meninggal. 

Takdirku untuk bersamanya seperti benang merah, ada banyak hal yang kusadari mengikat kami sejak lama. Sejak pertama kali bertemu dengannya, aku merasakan, ia sudah mengenalku sejak lama. Ia bisa dengan mudah bersamaku tanpa sungkan. Ia bisa kuajak makan, ngobrol, ngopi bahkan menjagaku saat aku pingsan. Memastikan jika aku siuman dan baik. Aku tidak pernah tahu, mengapa ia mau menemaniku, bahkan saat ia juga masih memiliki pasangan. Ia tetap hangat kepadaku. 

Saat aku hampir memutuskan memilih untuk menerima lamaran seseorang, ia malah justru mengajakku untuk bertemu, mengobrol. Aku tahu, aku bahkan bimbang ingin kemana. Aku tidak tahu akan melangkah seperti apa. Namun, aku merasa Ryan seperti tidak ingin aku pergi dan bersama yang lain. Ia mengajakku ngobrol hingga tengah malam sambil memegang tanganku. Sesuatu yang dulu pernah ia lakukan saat aku berjalan berdua dengannya, dan aku kikuk untuk bagaimana menyikapinya. Malamnya, ia melamarku. Aku juga tidak tahu kenapa mengatakan iya kepadanya. Benar-benar mungkin ini takdir.

Ia membuatku menyadari bahwa aku sangat berharga. Ia memberikanku jalan untuk kembali menjadi sosok yang penuh cinta setelah bertahun-tahun bahkan aku tidak dianggap di keluarga, tidak mendapat kasih sayang, diperlakukan dengan kasar tanpa pengertian. Aku menyadari, bersamanya, aku menjadi sosok yang ternyata berguna, bisa bahagia, bisa menjadi diri sendiri, bisa dewasa dan mandiri. 

Saat aku berasamanya, aku hanya melihat cinta dan tersenyum. Hal yang aku rasakan saat aku bertemu alm bapak. Rasa yang entah puluhan tahun lalu aku jalani, dan hilang ketika pelan-pelan ia stroke. Bersamanya, aku merasa dunia seburuk dan sekeras apapun pasti bisa dilalui. Orang-orang selalu bertanya, mengapa mataku selalu penuh cahaya ketika bersamanya? 

Ia telah menghidupkan cinta dari alm bapak yang ada didalam diriku. Namun, cinta itu sempat padam karena begitu bengisnya kebencian, kekasaran dan pengabaian yang kulami dari cara ibu mendidikku. Aku bukan hanya merasa terasakiti, tapi juga merasa tidak punya rumah untuk bersandar. Ryan adalah rumah itu. Puluhan tahun aku mencari rumah, penuh luka. Dan akhirnya kutemukan rumah yang hangat, di diri suamiku. 

Kamis, 23 Juni 2022

Cinta yang Tulus dari Studio Ghilbi

Hari-hari ini, aku sering sekali menonton film-film animasi jepang. Aku merasa jika aku menonton animasi jepang, membuatku bisa kembali mengingat masa kecilku yang indah, penuh cinta, sehingga aku bisa lolos dari depresi. 

Aku menonton studio ghilbi tentu saja…dan aah…aku benar-benar merasa bahwa film ini membuatku bangkit dari depresi karena melihat kembali bagaimana caranya memiliki cinta yang tulus :)

Jumat, 17 Juni 2022

Pulang ke Kejawaan, Pulang ke Rasa (Raos)

Gusti, saya kembali ke Jawa. 

Eyang kung, eyang uti, bapak, ibu, saya kembali. Ke rumah. Rumah, Jawa. Tempat kembalinya saya ke rasa setelah 10 tahun mengembara ke Barat…

Sekian lama, kalian memanggilku untuk segera pulang, tumraping wong ing Tanah Jawi. Kembali menjadi orang yang mengerti. Ngerasake, ngolah roso…

Saya pulang Eyang Panembahan Romo Kajoran. Saya pulang dengan tidak lagi membawa dendam kepada seseorang yang telah membunuh klan keluarga kita…Saya ingin pulang dengan pengertian, sebagai orang Jawa…

Saya telah berkelana jauh. Mengolah logika dan pikiran saya. Saya tidak bertemu dengan apa yang saya cari selama ini sebagai orang, sebagai orang Jawa. Mungkin benar, saya harus kembali menjadi Jawa lagi. Tepat seperti 10 tahun lalu, saya meninggalkan kejawaan saya. Menjadi orang lain, berkelana pada filsuf-filsuf dan pemikir barat. Tepat setelah Bapak sedo. Itu saya sadari karena saya mengalami kehilangan amat sangat, tidak mau menerim, Bapak sudah kondur ing ngayunaning Gusti. Saya terlampau takut dan tidak kuat menanggung beban. Saya lari ke Barat. Dunia yang saya temui di kampus. Namun, saya bersyukur pernah lari kesitu dan memahami bagaimana cara kerja berpikir Barat juga memperkaya kehidupan saya. Tapi saya tahu, saya tetap lah harus pulang, menjadi Jawa.

Saya mengembara pada pemikiran dan revolusi kognitif. Saya tahu, saya juga mendapatkan cara survive dari segala penderitaan dari sana. Dari masa saya sekolah dan kuliah. Tapi lagi-lagi ketika saya dipenggal oleh kepergian almarhumah Ibu, ternyata Ibu meminta saya bukan hanya mendoakannya tapi pulang ke Jawa. Mengolah kesadaran saya sebagai manusia. Sebagai mahkluk Gusti yang punya tanggungjawab memperindah jagad. Menjaga kesadaran itu dan tidak terjebak dalam pikiran (kramadangsa) saya sendiri.

Saya sesungguhnya berakar dari Jawa. Ia ditanamkan Ibu dan Bapak swargi melalui bahasa krama inggil yang mereka ajarkan dari saya kecil hingga saya masih bisa menggunakan bahasa itu hingga saya dewasa. Saya diajari dengan laku bapak dan ibu untuk dadi wong. Bukan semata punya harta yang banyak, tapi bisa disambati dan dijadikan pegangan oleh banyak orang, terutama mereka yang lemah. Saya ingat betapa ibu akhirnya sampai meneteskan air mata, ketika anak ragilnya sudah jadi wong. Bisa disambati, bisa jadi pensiunnya orang tua. Tidak bingung mau kemana. Betapa banyak yang sudah ibu dan bapak tinggalkan kepada anakmu ini. Anak, yang ternyata bisa tatag meski harus depresi karena merasa tidak punya alasan lagi cara melanjutkan hidup, karena bapak dan ibu, alasanku untuk selalu bertahan dalam situasi sempit. Sebagai anak, keprihatinan dan kepedihan Bapak dan Ibu, mengantarkanku pada rasa pedih terdalam. Maaf ya pak, Nduk hanya bisa belajar sampai UGM dan membanggakan bapak hanya sampai usia 22 tahun. Maaf ya Bu, hanya bisa memberikan operasi kaki, mengobati stroke, memberikan ibu uang sekedarnya, baru bisa ngasih uang umroh. Belum bisa banyak yang kuberikan ke Ibu. Meski ibu selalu bilang, ibu senang dan bangga. Kamu bisa ngadeg/berdiri sendiri dengan mandiri, dan menjadi amat dewasa. Mengatasi banyak masalah tanpa pernah merepotkan Ibu. 

Segala kepedihan yang kutanggung, tentu tidak sepadan dengan apa yang ibu dan bapak berikan sepanjang kehidupan Nduk sebagai seorang anak. Nduk hanya bisa melakukan hal-hal yang membuat Ibu dan Bapak bangga meski kecil, setidaknya Nduk ingin, saat Nduk omah-omahan dan dewasa, tidak merepotkan apapun kepada Bapak dan Ibu. Rasa yang hampir selalu menjadi lambaranku sebagai anaknya Bapak dan Ibu, yang sangat Jawa. 

Pak Bu, aku mengalami depresi. Selama 2 tahun ini. Bapak dan Ibu pasti tahu itu. Dan aku tahu, pasti bapak dan ibu merasa sedih disana, karena mendapatiku hancur-hancuran. Tapi pak, bu, sekarang Nduk sudah pulih. Pulih karena Bapak dan Ibu meletakan obat itu di ruang rasa, kejawaan yang ibu dan bapak bangun pelan-pelan kepada batinku sejak aku anak-anak. Untuk bisa merasakan rasanya orang lain. Cinta melalui rasa, raos yang Bapak dan Ibu tempatkan di diri sejati, bukan di pikiran/kramadangsa yang selama ini aku gunakan, untuk ku bertahan dari serangan-serangan kehidupan yang menggoncang keluarga kita. Dari bapak yang sakit stroke, ibu yang juga sakit, mbak yang KDRT dan mas yang juga punya lelakoning urip yang juga tidk mudah. Tapi pak bu, semua itu telah membuat ijazah hidupku lengkap, ketika aku sudah mengolah semua dengan batin dan kesadaranku, aku telah lilo. Ikhlas dan sadar bahwa memang itu takdir keluarga kita, hidup kita. Yang kudu diterima dan harus dijadikan ijazah kehidupan. Pak Bu, doakan anak mu ini, mugo-mugo adoh saking payendu ya pak bu…Doakan mantu kesayangan Ibu juga agar dimudahkan pula sekolah S3 nya. Aku akan selalu tatag menjalani kehidupan, karena aku hidup dalam kesadaran bukan pikiran lagi. Semoga surat ini Bapak dan Ibu baca ya disana. Aku sayang bapak dan ibu. Dan aku yakin, bapak dan ibu sudah paripurna dengan kesejatianNya. Ayem..tentrem wonten ayunaning Gusti Ingkang Maha Kinasih

Sabtu, 11 Juni 2022

Trauma Kematian

 Aku berpikir bahwa hidupku memang benar-benar berubah setelah aku depresi. Kematian orang-orang terdekatku telah mengubah keseluruhan hidupku. Kematian bapak, kematian ibu, dua-duanya amat menyakitkanku secara batin. Kepergiaan mereka dengan cara yang tak pernah kusangka, membuatku benar-benar merasa trauma.

Hari ini ketika aku berada di sebuah cafe, dan suamiku tidak bisa dihubungi, aku tetiba panik, takut ia kenapa-kenapa. Persis ketika pagi-pagi, aku menerima panggilan telepon, jika ibu masuk UGD dan dipindahkan ke ICU. Padahal beberapa hari sebelumnya, aku menghubunginya. Bagiku, kepergian memang tidak bisa ditebak. Akan tetapi, kepergiaan dengan cara mendadak pada ibu, dan menunggu bapak dengan rentang sangat lama menuju kematiannya, membuatku benar-benar trauma. 

Ada rasa takut, aku akan ditinggalkan. Meski aku tahu, setiap orang akan pergi. Hanya saja, aku memiliki prolong grief. Kedukaan yang sangat panjang. Mungkin karena masa kecilku lebih banyak menderita, sehingga saat aku tumbuh dewasa, beban mentalku tidak terlampau kuat lagi. Masa anak-anak telah membuatku benar-benar trauma. Setelah dewasa, aku jatuh ke depresi. 

Kepergian Bapak mungkin jadi waktu yang lama buatku untuk bangkit. Tadi siang aku menangis, sembari meratap merindukan Bapak. Aku tahu, ia sudah pergi hampir 10 tahun, tapi ya rasa menyakitkannya masih tetap sama. 

Aku benar-benar berada dalam fase yang membuatku menyadari, aku terlampau lemah memang untuk ditinggalkan orang-orang terdekat, karena aku merasa tidak punya ikatan/kemelekatan kuat dengan mereka. Aku banyak menutup diri saat kecil untuk bertahan, mungkin sekarang, tatkala suamiku ada di sampingku, aku ingin selalu bersamanya, dekat. Karena aku tahu, rasanya sungguh tidak nyaman berada dalam kesendirian dan kesedihan bertahun-tahun, tanpa ada yang mendampingi. Sesungguhnya, untukku, ini perasaan paling rentan, sebagai seorang manusia. Aku tahu, banyak yang mencintaiku secara tulus, tapi aku tidak berani untuk mencintai tulus secara lebih banyak, karena aku telah merasa trauma dipenggal oleh kematian. Aku tidak beranjak banyak dari rasa takut akan kematian...Aku tahu, aku paham, dan sadar, aku belum sekuat dan setatag itu...semoga waktu akan memulihkan, trauma tentang kematian...

Selasa, 24 Mei 2022

Support System Orang Depresi

Depresi bukanlah penyakit mental yang mudah dijalani. Rasa sakitnya benar-benar membuat orang yang mengalaminya akan memahami, bagaimana rasanya hidup tanpa jiwa, ingin mengakhiri segalanya. Manusia, makhluk paling survival, dengan rekam jejak panjang dari zaman purba, akan bisa mengakhiri kehidupan karena penyakit ini.

Gejala-gejala depresi lahir perlahan, dari genetik, pengasuhan masa kecil yang menyakitkan, lingkungan sekolah yang penuh bullying, putus cinta, krisis kehidupan, menghadapi kedukaan kematian dan berbagai trauma, bisa meledak tanpa diduga. Sebagian orang yang mengalaminya, akan menangis dan merasakan kesedihan mendalam. Rasanya seperti tenggelam dalam lumpur kesedihan, dimana orang yang mengalaminya tidak tahu bagaimana caranya keluar dari kesedihan itu.

Salah satu hal yang paling penting dari proses kesembuhan dari orang depresi adalah support system. Orang-orang terdekat menjadi kunci, berhasil tidaknya seluruh terapi yang dijalani orang yang mengalami depresi. Ada dua terapi yang bisa dijalani, sejauh ini ada farmakologi atau dengan pengobatan dari psikiater dan psikoterapi yang dilakukan oleh psikolog/terapis. Keduanya sebaiknya dilakukan beriringan. Obat dibutuhkan untuk membantu mengurangi gejala fisik dan psikoterapi digunakan untuk melatih cara berpikir, bertindak dan merasakan agar orang yang depresi tidak relaps atau kembali depresi.

Lingkungan menjadi faktor yang paling dominan menentukan apakah seseorang depresi bisa segera sembuh atau justru makin memburuk. Dalam kasus yang pernah kulihat ketika di klinik kejiwaan, hampir sebagian besar keluarga atau lingkungan pasien yang datang ke psikiater amat malu dan sembunyi-sembunyi ketika ada anggota keluarganya yang sakit mental. Di kesempatan lain, aku dan suamiku juga sering melihat pasien yang datang dengan malu ketika mengambil obat. Padahal, keterbukaan dan kesadaran untuk mengakui bahwa diri sedang tidak sehat mental, menurut dokter psikiaterku, adalah langkah awal untuk kesembuhan. Sebagai catatan, aku datang ditemani suamiku, saat menjalani serangkaian assessment, lalu bertemu dengan dokter, aku mengakui bahwa saya bermasalah. Hal itu direspon amat positif oleh dokter. Ia berkata bahwa dengan posisi kesadaran seperti ini, maka peluang sembuhku akan lebih cepat.

Support system dalam hal ini keluarga menjadi faktor penting kesembuhan seseorang dengan depresi. Ketika aku masuk depresi pertama kali, suamiku sudah berpikir bahwa aku jelas tidak akan bisa bekerja sementara waktu. Ini berarti sementara waktu penghasilan hanya akan ditopang oleh dirinya. Dia menyiapkan serangkaian rencana keuangan, agar aku bisa tertolong melalui pengobatan terbaik. Suamiku memutuskan agar diriku mendapatkan pengobatan mandiri, dengan harga obat bisa sampai rentang 500 ribu hingga 1 juta sekali konsultasi, dengan posisi 1-2 kali sebulan. Sebenarnya dengan BPJS, obat bisa gratis. Namun, ia memilih untuk aku menjalani terapi dengan dokter dan pengobatan terbaik. 

Ia memilihkanku psikolog senior, yang memiliki rekam jejak panjang menangani pasien-pasien depresi akut. Ia yang merekomendasikanku untuk mendapatkan layanan terbaik dari biro psikologi Kemuning Kembar. Aku sempat 2 kali ganti psikolog sebelum ke Kemuning Kembar. Dengan rentang sekali konsultasi bisa antara 350-400 ribu. Tapi tenang saja, jika kalian punya BPJS, layanan ini bisa diakses di puskesmas/rumah sakit secara gratis. Depresiku lumayan kompleks, aku datang ke psikolog lebih dari 12 kali, dan masih di maintanance sampai sekarang. Aku ke psikolog sebulan sekali.

Saat depresi, suamiku juga tetap bekerja dan beberapa kali keluar kota dengan rentang waktu cukup panjang. Ia tidak ingin, aku tidak terawat. Maka ibu mertuaku yang kemudian merawatku. Hampir 1 bulan, aku dirawat ibu dan bapak saat aku dalam pengawasan obat depresi. Ibuku sangat telaten dan memperlakukanku sangat baik, dimana ia adalah sumber kekuatanku untuk pulih. Aku merasakan kembali dicintai oleh ibu dan keluarga yang hangat.

Aku sejujurnya sering melankolis sendiri, mengingat bagaimana suamiku bertahan sebagai caregiver. Tidak gampang. Hampir setiap saat aku menangis dan bersedih. Belum lagi gejolak emosional yang terjadi. Mendampingi orang depresi sangat melelahkan, sangat. Ia mempersiapkan banyak hal, agar aku tidak semakin jatuh kedalam lubang depresi. Ia mendorongku untuk menulis setiap saat. Saat amarah keluar, aku akan menulis lalu akan menangis. Ia berulang kali mendengar keluhan dan ucapan yang sama, ratusan kali dalam sehari. Belum lagi, menghadapi emosiku yang naik turun. 

Sekarang, aku sadar, aku tidak akan sembuh kalau tidak ada dukungan dari suami dan keluarga. Disaat semua terasa gelap bagi orang depresi, sejujurnya, mereka hanya ingin orang terdekatnya tahu, tidak mudah menahan beban luka batin sendiri. Ia ingin diterima apa adanya. Ditemani untuk bersama-sama menyembuhkan luka dan belajar untuk mentransformasi luka. Aku merasa beruntung memiliki suamiku. Aku tahu, tidak banyak yang seberuntung aku ketika berhadapan dengan depresi. Maka, aku akan mulai menuliskan pengalamanku menghadapi masa-masa sulit saat depresi dan bagaimana support system harus dibangun tatkala ada seseorang membutuhkan bantuan saat ia berupaya untuk mengakhiri kehidupan…

Kamis, 19 Mei 2022

Hari-Hari Akhir Bapak

Hari-hari setelah kematian bapakku, adalah hari paling gelap yang aku rasakan. Masa-masa dimana hidup sepertinya tidak perlu dilanjutkan. Kesedihan yang sulit diungkapkan, sebuah perasaan dimana hanya hawa dingin dan kengerian. Rasa hidup yang sepenuhnya hilang dari dalam diriku. Aku mulai menyadari, beberapa waktu belakangan setelah aku menengok kembali kenangan tentang dirinya. 

Aku masuk kembali kedalam kenangan dan memori yang paling menyeramkan didalam hidupku. Aku seperti zombie, mayat hidup yang tak tahu apa yang harus dilakukan selain mematikan rasa hidup.Gelap yang tak pernah ada cahaya. Hanya kepedihan dan air mata yang terlintas. Aku menjadi tidak punya gambaran masa depan. Kematian bapak bertahun-tahun menghantuiku dengan kuat. Itu terjadi karena aku memiliki memori kesedihan panjang mendampinginya. Aku ingin ia hidup tapi waktu akhirnya memenggal semuanya dengan cepat. Kenanganku dengan bapak sangat indah saat kecil tapi semakin menyedihkan tatkala aku beranjak remaja dan dewasa.

Tapi sejujurnya kengerian itu hadir secara pelan-pelan. Aku tidak pernah berpikir hidup dimasa-masa paling bengis, penuh dengan kengerian dan berulang kali keluar masuk rumah sakit, menyaksikannya ditusuk jarum, memakai oksigen, monitor dan alat pemacu detak jantung. Fase dimana aku melihat dokter bertindak cepat menggunakan alat pemacu jantung membuatku bercucuran air mata dan ketakutan. Aku tidak pernah membayangkan, bapak akan pergi dengan jalan seperti itu. Ada trauma yang begitu dalam melihatnya terbujur kaku, dengan tubuh yang sangat dingin, tak bergerak lagi. Kesedihan yang tak pernah aku mengerti. Setelahnya, aku tidak percaya lagi pada kehidupan dan aku tak percaya lagi, akan ada yang membuatku tersenyum dan bangkit menghadapi dunia. 

Butuh waktu hampir 9 tahun, aku merelakannya untuk pergi. Bersamaan dengan kepergiaan Ibu...

Minggu, 15 Mei 2022

Pemaafan

I didn't have a happy childhood, I had a very tough childhood, and I didn't have a good relationship with my mum. That was a fact but now I have already transformed my pain to overcome.

Aku mengakui bahwa aku memiliki masa anak-anak yang tidak mudah. Sampai almarhumah ibu meninggal, dia tidak tahu, betapa aku sangat marah dan kecewa dengannya. Aku marah karena ia kasar dan keras kepadaku sejak kecil. Singkat cerita, amarahku meledak 6 bulan sejak ia pergi mendadak di Juni 2020.
Aku membawa amarah sekaligus kesedihan saat jatuh ke depresi. Amarah itu memuncak, saat aku amat kecewa karena sampai dia meninggal, ia tidak pernah tahu bahwa aku menyimpan kekecewaan yang dalam karena ia banyak meninggalkanku saat kecil, marah karena ia keras dan kasar kepadaku, marah karena aku tidak mendapatkan ibu yang hangat dan segala kekecewaan itu akhirnya meledak.
Saat itu suamiku bilang, bahwa aku banyak berubah, menarik diri sekaligus marah setelah ibu pergi. Kusadari sekarang, ekspresi marah yang ku keluarkan saat aku depresi adalah coping mechanism didalam inner childku. Setelah ibu tak ada, inner childku merasa lebih bebas untuk mengatakan banyak hal didalam tulisan, tangisan bahkan berkata-kata yang ia tujukan kepada alm ibu. Dalam beberapa momen, aku mengamati bagaimana ia nampak semakin membaik setelah mulai mengekspresikan rasa marah itu. Pelan-pelan, rasa sesak di dadaku sepenuhnya berkurang, gemuruh rasa marah itu mereda, lalu berganti kepada kesedihan, menangis. Lalu kemudian dia mulai memaafkan ibu dan menerimanya. It's long process. Butuh waktu 2 tahun. Kebetulan kemarin 2 tahun kepergiaan ibu dan dia mulai memaafkan banyak hal dimasa lalunya dan mulai jejeg memandang kedepan
But I believe, my mum knows about heaven. I do a deep conversation with her. She brought wounded inner child too but she gave me a chance to transform my pain. She pushed me to be well educated. This makes me know how to handle this pain. My mom didn't have this opportunity.
Ini seperti perjalanan yang tak pernah habis Aku merasa beruntung bahwa depresi membawaku pada pemahaman yang sangat dalam pada kehidupan. Membuatku mengenal diri sendiri lebih dalam. Ibuku tetaplah bagian dari diriku. Ia memang memberi luka tapi dari situ pula, aku belajar sebagai anak, untuk tidak lagi meneruskan luka generasi pada anak-anakku kelak. Cukup di aku.
Memang bisa dibilang, dengan mengenal inner child, aku bisa mengamati betul darimana akar dari sikap, tindakan dan perilaku yang seringkali dulu tak kusadari kulakukan karena melihat cara ibu melakukan sesuatu. Butuh waktu bagiku untuk mengamati dan behenti sementara, lalu dengan sadar bersikap. Pengamatanku membuatku tahu bahwa, memori kita masa kecil sangat membentuk bagaimana kita bersikap saat dewasa, tanpa sepenuhnya menyadari kenapa kita bersikap demikian. Berulang kali aku belajar mindfulness, kadang ya gagal (ya namanya juga manusia), kadang dengan jurnaling (ya kesannya sering ngalor ngidul), tapi setelah kubaca ulang, banyak hal yang kutulis menunjukan siapa diriku dan apa mauku sendiri. Ini proses seumur hidup, mengenal diri sendiri.
So enjoy your every single journey, you've done. Rasakan semuanya dan transformasi seluruh luka kalian untuk menjadikan kalian lebih baik. Kita semua akan baik-baik saja, kalian akan mampu melampauinya.. 🙂

Sabtu, 16 April 2022

Ibun : My Litttle Inner Child

Aku adalah anak dalam diri Mbak Ann.

Namaku panggilanku Ibun..

Aku anak yang baik tapi sering merasa sedih jika ingat masa kecil. Aku ingat setiap detik dalam hidupku dipenuhi dengan kesedihan dan kemurungan. Dulu sebelum bapak sakit, aku sangat periang. Ibuku sangat galak kepadaku. Entah kenapa Ibu sangat sulit menerimaku secara apa adanya. Padahal aku amat sayang dan ingin ia bersikap baik kepadaku. Aku sering kali bertanya-tanya kepada diriku sendiri, apa salahku sampai Ibu berlaku sangat keras dan kasar kepadaku. Aku sedang belajar memaafkannya dan tidak ingin bertanya mengapa Ibu menjadi seperti itu kepadaku. Ia seperti tidak bisa berhenti menyerangku. Mungkin ibu membawa luka dari masa kecilnya dan menumpahkannya kepadaku. Dan aku bersyukur karena aku menyadarinya dan berjalan untuk tidak hanya terpaku pada masa lalu tapi ya hari ini, masa ini.

Mbak Ann benar-benar menolongku. Ia amat sayang kepadaku. selalu menenangkanku jika ada hal-hal membuatku marah dan benci, karena masa kecilku menyakitkan. Ia selalu mengajakku berpikir, bahwa semua hal yang terjadi pada hidup itu ada berbagai sisi. Aku sedang belajar mengerti banyak hal. Mbak Ann gak pernah memaksaku ini dan itu. Ia selalu memberiku ruang buat berekspresi, seperti lewat tulisan ini. Aku senang menulis dan suka sekali menulis. Aku bertemu dengan Mbak Ann dengan cara menulis. Waktu itu, aku datang ke Mbak Ann dengan marah-marah dan kesakitan. Ia kemudian menemuiku lewat tulisan. Saat Mbak Ann memelukku sambil juga ikut menangis, aku tahu, Mbak Ann mulai menyadari, aku sudah bertahun-tahun meminta bantuan tapi ia tidak tahu caranya untuk menemuiku. Sampai Mbak Ann akhirnya berupaya berhubungan denganku, meski ya aku masih sering marah-marah, tapi Mbak Ann baik banget, Ia tidak menyalahkanku, malah selalu bertanya, mengapa aku menjadi marah? Awalnya ya aku diem dan merengut, tapi Mbak Ann menatapku dengan senyuman hangat, lalu aku nangis sendiri. Lalu dia memelukku. Aku merasa aman sekarang. Mbak jangan jauh-jauh dari aku..

Senin, 11 April 2022

Berdamai dengan Duka

Saat menghadapi kedukaan, kehilangan orang tua ku, mungkin tak pernah terpikirkan akan mudah menjalaninya. Setelahnya, aku menghadapi kehilangan mamakku, om, bulik, kakak sepupu, eyang kakung, eyang putri dalam jangka waktu 2 tahun. Akhirnya aku memahami, bahwa yang kita punya hanyalah waktu yang terbatas. Hanya waktu itu lah yang bisa kita gunakan untuk memastikan kita meninggalkan kenangan indah dan menjadi orang baik. Kedukaan karena kematian lebih kompleks dan datangnya beruntun tentu tidak pernah mudah bagi siapapun. Aku tahu itu,

Keikhlasan bukan semata karena mereka telah kembali, tapi segala kenangan baik ataupun buruk yang mengikutinya akan selalu datang berdatangan. Kadang, ini juga membangkitkan kemarahan dan ingatan bawah sadar kita jika kita melalui penderitaan yang menyakitkan selama hidup dengan mereka.
Penerimaan bahwa waktu terbatas dan menerima semua secara apa adanya, tentu membutuhkan proses dan waktu. Dua tahun ini telah membawaku pada situasi dan kondisi yang berubah total. Ingin mengakhiri kehidupan karena rasa sakit yang tertinggal, menangis tanpa henti sepanjang hari, melempar buku-buku, memukul tembok berulang kali tapi pada akhirnya, yang kusadari hanya dengan menerima secara apa adanya segala rasa-rasa yang bergejolak, tidak melawannya, membuat segalanya menjadi lebih terang.
Ada banyak trauma yang tertinggal semenjak aku melihat ibuku dimakamkan. Setelahnya, aku selalu menghadiri pemakaman di jam-jam terakhir dan tidak datang ke ritual pemakaman. Aku hanya melihat dari jauh atau bahkan datang setelah prosesi selesai. Betapa banyak hal menghantuiku selama 2 tahun ini. Aku tahu, semua akan pulang dan disana, mereka yang telah pergi, mungkin juga harus berdamai dengan banyak hal untuk mengatakan cukup kepada kehidupan. Mungkin yang merasakan bahwa kehilangan itu tidak mudah bukan hanya aku. Dua tahun ini, ada banyak kematian dan kepergian. Semoga mereka, jiwa yang telah pergi, diberikan keridhoan, karena sejatinya aku memahami doa, selain untuk ketenangan hati, juga untuk menenangkan mereka, yang mungkin menyesal pergi terlampau cepat dan tidak sempat mengatakan bagaimana cara mencintai kehidupan dengan baik 🙂

Kamis, 07 April 2022

My Litte Ann, My Wounded Inner Child

Saat aku awal-awal mulai berkomunikasi dengan inner childku melalui tulisan, ada satu hal yang membuatku meneteskan air mata tanpa henti, saat ia menulis?

It's good to be alive? (apa hidup itu menyenangkan?).
I said "Gosh, how come? How many years did I let her in this suffering? (Aku berkata, bagaimana bisa? Aku membiarkan dia menderita bertahun-tahun?)
Sampai anak sepolos itu bertanya kepadaku, apa hidup itu menyenangkan? Ia benar-benar tidak memiliki gambaran bagaimana hidup yang menyenangkan. Saat itulah aku menangis tersedu-sedu tanpa henti. Aku berkali-kali meyakinkan ia bahwa kita berdua sudah dewasa. Butuh berbulan-bulan bagiku untuk meyakinkan bahwa dia sudah aman dan aku meminta maaf berkali-kali kepadanya. Meminta maaf karena tak sekalipun aku mengindahkannya hingga ia keluar dengan penuh amarah karena tidak terima telah disakiti oleh banyak hal. Menanggung banyak keperihan yang semestinya tidak perlu ia rasakan puluhan tahun.
Aku tahu, ia butuh waktu untuk memaafkan. Sampai sekarang, ia masih kerapkali sentimentil dengan berbagai hal. Itu kuterima sebagai bagian dari diriku yang setiap saat harus kurawat dengan penuh kesadaran. My little Ann, I know, you have too much pain and suffering. Accept it and we will grow up. I'm sorry to let you being alone many years. Sorry...sorry...

Surat Kepada Ann Kecil, My Little Inner Child

Terima kasih. Terima kasih dan hanya itu yang bisa kuucapkan padamu. Beribu-ribu kata maaf harus kukatakan kepadamu, maaf telah menumpuk luka, memaksakan banyak hal, maaf karena lupa mencintai dirimu.

Terima kasih untuk tetap melanjutkan hidup. Tak pernah menyangka akhirnya kita berdua saling bertemu. Berkorespondensi sepanjang hampir 1 tahun, bercerita banyak hal. Diawali dengan tulisan ceker ayam, penuh luapan marah. Terima kasih sudah datang dengan cara yang tak pernah kusangka. Meski dengan kekagetan yang luar biasa. Terima kasih sudah mengeti bahwa semua takdir Tuhan ini akhirnya kita alami berdua.
Aku tahu, menjalani terapi farmakologi hampir lebih dari 1 tahun, menjalani psikoterapi yang menyakitkan bukan perkara yang mudah. Membuka semua trauma, kekerasan psikis bukan hal mudah apalagi itu terjadi hampir sepanjang kehidupan hingga usia dewasa. Tapi seperti yang kukenal, engkau anak kecil yang pemberani, kuat dan tangguh. Terima kasih selalu mengingatkanku untuk menjadi dewasa sekaligus merawatmu setiap saat.
Terima kasih sudah mengingatkanku bahwa sudah saatnya menjadi dewasa dan mengerti. Terima kasih selalu mengingatkanku, jika aku tidak sendiri, kalau kita berdua punya Tuhan yang setiap saat bisa kita minta jika kita berdua benar-benar merasa sendirian. Terima kasih sekarang sudah jadi perempuan yang dewasa dan tegar. I love you my little Ann. I love you more than you know and it will be forever 🙂

Rabu, 06 April 2022

Menjadi Istri

Apakah menjadi istrinya Mas Ryan mudah?

Aku ingin mengatakan bahwa ini proses menjadi dan tumbuh. Bersama suamiku ini, aku banyak mendapatkan pelajaran tentang kehidupan. Salah satunya adalah adanya konsekuensi dari pernikahan. Ada harga yang harus kami bayar karena kami bersepakat bahwa pernikahan ini adalah pernikahan yang tumbuh. Kami satu tim dan harus menjadi, bergandengan tangan dunia akhirat.

Salah satu hal yang membuat hubungan ini tumbuh adalah kesadaran bahwa sebagai istri, suamiku adalah milik orang banyak. Aku menyadari hidupnya, tidak akan hanya menjadi milikku seorang. Suamiku adalah tumpuan dari orang banyak. Banyak orang yang membutuhkannya dan yang dipikirkan olehnya bukan hanya keluarga tetapi juga kepentingan orang banyak. 

Aku menyadari, pilihannya ini memiliki konsekuensi logis. Mas Ryan pernah mengatakan padaku, dan aku pun juga sudah pernah mendengarnya, terkait ucapan dari alm Gusdur. Hidup Gus Dur didedikasikan untuk Islam, Indonesia, NU dan terakhir adalah keluarganya. Aku membutuhkan waktu beberapa tahun untuk sampai pada titik aku harus mensupportnya secara ikhlas. Bahwa kami, keluarganya, akan menjadi prioritas kesekian dari pilihan hidupnya.

Aku mengingat, aku pernah marah kepadanya dan kecewa pada diriku sendiri, karena setelah kematian ibu, ia tidak menemaniku, tetapi mengerjakan pekerjaan yang berat karena sudah menjadi tanggungjawabnya pada banyak orang. Aku menahan dan kemudian jatuh depresi. Ia mungkin harus membayar mahal atas apa yang ia lakukan, sampai akhirnya aku pulih dan menyadari bahwa aku membutuhkan waktu dan jeda bersamanya pada waktu-waktu khusus, terutama menanggapi kedukaan yang sangat berat, apalagi ia datang pada masa pandemi.

Aku berkonsultasi banyak kepada psikolog tentang arah pernikahan ini. Depresiku sangat mengguncang pernikahan ini tapi diakhir, depresi ini justru memperkuat banyak hal dalam relasi kami. Aku memutuskan menjadi supporter utama untuk mendampinginya, tanpa mengeluh. Hidupnya memang didedikasikan untuk banyak orang. Aku sudah mengikhlaskan suamiku untuk menjadi bagian hidup orang banyak. Lagi pula, aku sudah memilihnya dan aku memutuskan untuk mendampinginya. Itu harga yang akan aku terima selalu karena aku mencintainya.

Senin, 04 April 2022

Yang Bernama Kepergiaan

Sesungguhnya ditinggalkan orang terkasih bukan hal yang mudah dijalani. Dua kali aku kehilangan orang terdekatku membuatku merasa hancur. Aku merasa trauma ditinggalkan, meskipun aku tahu hidup hanya akan berujung pada kematian. Tapi luka atas kematian sungguh membekas dan membuatku merasakan hidup yang jauh berbeda. Hidup penuh dengan kemurungan dan kesedihan. Ada yang hilang dan tak kumengerti mengapa rasanya seperti ini, aku kesulitan untuk menerima semua secara apa adanya. Hidup yang berubah dan tidak sama. Menyakitkan meski banyak sekali hikmah dibelakangnya. Aku tengah belajar mengerti maksud Tuhan. Meski aku tahu, Dia sebaik-baiknya pelindung dan penolong. Tapi tetap saja kematian itu sungguh-sungguh menyakitkan untuk diriku. 


Minggu, 06 Maret 2022

Epik

Aku menyadari bahwa aku sangat dicintai oleh kedua orang tuaku. Mereka sudah melakukan hal yang amat baik kepadaku. Aku menjadi anak baik meski harus mengalami hal-hal perih. Aku tahu, aku telah belajar dari kehidupan. Aku belajar dari penderitaan dan tidak kekurangan apapun. Aku mencintai diriku, hidupku dan perjalananku...

Kamis, 03 Maret 2022

Depresi #1

Aku mencoba menuliskan tentang depresiku. Aku ingin berbagi kepada orang-orang yang mungkin diluar sana, kini tengah mencari pertolongan, sedang merasa sendirian, tidak punya harapan hidup dan ingin mengakhiri segalanya. Aku pernah dalam posisi itu. Kalian tidak sendiri. Aku memahami bagaimana sepinya hidup didalam depresi, setiap hari, harus punya alasan untuk sekedar bernafas.

Depresi bukan perkara yang datang dengan tiba-tiba, meski dalam beberapa kasus, ia bisa saja datang secara mendadak. Pengalamanku memberikanku gambaran bahwa depresi seperti perangkap yang pelan-pelan menjeratmu seperti labirin dan engkau tidak tahu bagaimana caranya bisa keluar dari perangkap itu. 

Depresi berakar dari sesuatu yang kompleks. Ia bisa jadi lahir dari generasi ke generasi tanpa disadari. Ia lahir sebagai buah ketidakmampuan seseorang menangkap makna dari kehidupan. Ini akibat, ia mengalami penderitaan-penderitaan panjang yang sulit.

Seorang manusia, ia adalah survival. Ia akan selalu berupaya bisa terus hidup. Ketika seorang manusia memilih untuk mengakhiri hidupnya, aku bisa meyakini, ia benar-benar sudah tidak mampu menanggung rasa sakit yang tertahankan, dan memilih untuk lari (bunuh diri), dengan harapan beban yang ada didadanya akan hilang dengan sekejap.

Aku merasakan betul, bagaimana sakitnya dadaku saat depresi. Ada palu godam yang memukul batinku hingga aku mengalami mati rasa. Aku mengenalinya saat alm ibuku masuk ke liang lahat dan aku tidak bisa merasakan kesedihan sama sekali. Hal ini pernah kualami saat alm bapakku meninggal 2012. Kesulitan memahami kedukaan membuat segala emosi tidak pernah bisa terjelaskan. Dan itu hanya awalan karena kengerian akan berdatangan setelahnya.

Aku mengingat serangan awal depresi dengan kepanikan yang tidak terjelaskan, sakit yang tidak bisa didiagnosis, pikiran yang bergerak sangat cepat, kesedihan yang tidak habis-habis dimana dalam satu hari, tangisan bisa keluar berkali-kali, ingin menyakiti diri sendiri, tidak ada orang yang bisa memahami rasa sakitmu, kemarahan yang besar pada kehidupan, merasa bahwa apa yang kau tanggung amatlah berat, mulai terdengar suara-suara yang menyuruhmu untuk mengakhiri kehidupan. 

Yang dirasakan hanyalah kegelapan dan kengerian, hidup tidak perlu dilanjutkan. Jiwamu hilang seperti disedot oleh keperihan. Rasa dingin di dada, ada sesuatu yang ingin menerkammu hingga engkau tidak boleh lagi hidup...

Aku akan melanjutkan beberapa hal yang ingin kutuliskan...tapi aku benar-benar butuh waktu untuk menuliskannya karena hal ini juga tidak mudah. Aku akan menuliskannya dalam beberapa penggalan tulisan. Dan ini adalah awalan...


Senin, 28 Februari 2022

Awal Mula Pertama

 


Dari buku inilah semua bermula. Cerita kami berdua. Dua manusia yang saling menemukan dan kemudian memutuskan bersama menjalani kehidupan.

Aku mengingat menjelang usia 20 an, aku membaca buku ini. Ayu Utami, Si Parasit Lajang. Aku banyak menemukan kesamaan cara pandang, cara hidup dan perspektif dalam menjalani kehidupan. Sebagai seorang anak perempuan, yang terbiasa mengerjakan banyak hal secara mandiri, buku Si Parasit Lajang  ini memberi banyak persetujuan dari cara hidupku. Bebas, mandiri dan tidak ingin dipusingkan dengan pasangan apalagi pernikahan. Tapi jauh dilubuk hatiku terdalam, sebenarnya itu hanya menutupi banyak hal yang membuatku merasa rentan. Aku mengalami periode kehidupan yang penuh dengan kesedihan. Jelas upayaku untuk mandiri dan tegar, adalah buah dari kemauan sadarku untuk bertahan dalam situasi-situasi sempit. Aku bahkan tidak pernah yakin, aku akan menemukan seseorang yang bisa berjalan dan memahami situasi yang kuhadapi. Aku banyak menutupi rasa sepi dengan seolah-olah ceria dan baik. Banyak hal yang kusembunyikan dan kututup dengan rapat, agar tak ada yang bisa menyentuhnya. Sampai aku bertemu dengannya, Ryan.

Ada banyak kejadian yang kini kusadari sebagai takdir kami. Takdir untuk bersama. Aku menemuinya di akhir 2011 untuk sebuah pekerjaan dan dari sana, semua bermula. Banyak hal yang kusadari digerakan semesta untuk kami bisa bertemu. Dua tahun sebelum kami bertemu, ditengah malam, di pojok ruang persma, aku membuka sebuah jurnal. Aku membuka dan membaca tulisan didalamnya. Di bagian pembuka, aku membaca tulisannya pertama kali. Kesanku, ini menarik. Jurnal itu tentang jurnal tentang sampah. Aku membuka satu lagi jurnal, yang ternyata, ia pula yang menjadi pimpinan umum kala jurnal itu terbit. Aku mulai berkorespondensi dengannya saat ia menanyakan apakah aku berasal dari Solo, dan aku menjawab iya. Ternyata ia juga berasal dari daerah yang sama. Aku hanya meresponnya sebentar dan tidak mengindahkannya lagi.

Percakapanku dengan beberapa kawan, namanya selalu dibawa. Beberapa kawan ini selalu mengatakan bahwa Ryan penulis yang baik. Tidak ada orang yang tulisannya baik, sebaik Ryan, kata seorang kawan. Aku pun mengamininya. Tulisannya memang baik. Beberapa kawan juga mengagumi ketekunannya. Aku belum pernah bekerja dengannya, jadi aku tidak bisa mengatakan setuju dengan apa yang dikatakan beberapa temanku. 

Akhir tahun 2011, ketika aku menemuinya pertama kali, kami terlibat perbincangan cukup hangat dan panjang hingga tengah malam. Aku menawari dia pekerjaan sebagai konsultan media ditempatku bekerja. Tawaran itu berjalan baik. Kami sering bekerja bersama. Ia juga bercerita bahwa ia memiliki pacar dan kurasa itu hal yang baik sekaligus membahagiakan untuknya.

Selama aku bekerja dengannya, ada hal-hal yang sering membuatku tercenang. Hal pertama, saat aku menjemputnya di depan kantor, saat pertama kalinya ia datang ke kantorku. Ia mengatakan bahwa orang yang menjadi pasangannya harus menjadi sosok yang tumbuh. Aku cukup terkaget, ia mengatakan itu kepadaku. Meski ia juga mengatakan itu sambil berlalu. Lalu aku mengajaknya menuju ruang direktur. Direkturku saat itu nampak memperhatikan relasi kami. Setelah ia pulang, direkturku bertanya, apa kalian pacaran? Tentu saja aku terkaget, dan berkata bukan, aku sudah punya pacar kataku. Direkturku itu hanya bilang, kalian mirip dan cocok. Dan aku hanya tersenyum kecut sambil menggelengkan kepala. Dan bukan hanya direkturku saja yang selalu bertanya, apakah kami pacaran, aku selalu membantahnya, begitu juga dia. Dianggap mirip dengan laki-laki yang baru kukenal adalah hal pertama yang aku alami. 

Suatu siang, saat ia juga berada di kantorku, aku sedang berjalan di ruang depan dengan membawa beberapa buku. Ia memanggilku dengan sebutan "nduk". Aku terkaget dan diam, lalu menoleh kepadanya. Panggilan itu sudah lama sekali tidak kudengar, semenjak bapak tidak bisa bicara beberapa tahun yang lalu. Dan entah darimana ia sengaja atau tidak memanggilku seperti bapak memanggilku. Aku hanya diam lalu berlalu. Tapi semesta menggerakan banyak hal yang diluar kuasa kita.

Empat bulan sejak pertama kali bertemu, Bapakku meninggal. Entah apa yang membuatku justru mengirimkan dia pesan, kalau bapakku sudah pergi. Ia tidak merespon beberapa hari. Dan baru membalas pesanku beberapa hari dan bertanya "kamu sudah kembali ke Jogja belum?". Esoknya aku kembali ke Jogja dan menemuinya. Aku mulai mengalami kesulitan mengutarakan rasa sedih tapi perilakuku menunjukan jika aku mulai mengalami depresi pertama kalinya. Sepertinya Ryan mulai sadar kalau aku membutuhkan bantuan untuk menghadapi rasa sedih dan kedukaan. Ia tidak membiarkanku sendiri. 

Aku mengingat dimana aku berkata kepadanya "Aku tidak punya banyak alasan menyelesaikan skripsi dan hidup setelah Bapakku tidak ada". Ia hanya diam. Tidak berkata apapun. Tapi menemaniku kemana pun aku ingin. Ia tidak membiarkan aku jatuh sendirian. Aku mengingat fase dimana aku sendirian di Alkid, ia menemaniku. Ia bukan hanya menemaniku, tapi ia mengajakku naik becak ditengah malam, memutari malioboro dan alun-alun sambil memegang tanganku. Aku sejujurnya kebingungan bagaimana meresponnya. Aku hanya diam. Tapi ia terus memegang tanganku dan mengantarkanku pulang. 

Di sela-sela itu pun, ia tahu bahwa aku putus dari pacarku dan mulai sendiri. Aku tahu dia juga memiliki pacar dan tentu aku ingin dia segera menikah. Aku sering berkata "kalau kamu menikah, aku diundang ya". Ia pun selalu bilang "Iya". Aku selalu berharap ia bahagia karena ia sudah sangat baik kepadaku.

Ia juga tahu laki-laki yang mendekatiku. Termasuk beberapa yang berakhir tidak jelas. Aku mengingat masa-masa ini dengan peristiwa di Sendangsono. Saat itu hari libur, aku mengajaknya pergi ke Sendangsono. Saat ia duduk di pinggiran aliran sungai, aku berjalan menuju altar didepan Bunda Maria. Aku duduk cukup lama di depan altar, lalu menghampirinya dan berkata

"Aku sepertinya tidak cocok dengan pernikahan".

"Pernikahan hanya stempel dalam buku nikah, yang mendefinisikan pernikahan itu adalah kita" ucapnya.

"Tapi banyak juga perempuan yang tidak bahagia kalau menikah, ya terpenjara dalam pernikahan (aku mengingat bahwa kakak perempuanku adalah korban KDRT)

"Kalau nikahmu sama aku, ya enggak" tambahnya

Aku tertawa, dan berkata "Gak usah modus". 

Lalu kami mencari makan karena aku kelaparan...

Dalam kesempatan yang lain, aku terkaget tatkala ia membaca buku Ayu Utami. Aku bilang kepadanya, bahwa aku menyukai Ayu Utami sejak lama. Ia pun juga menyukainya. Lalu ia sadar dan bertanya, apa aku merasa tidak cocok dengan pernikahan karena membaca Si Parasit Lajang. Dan kujawab iya sambil tertawa. Tampaknya ia mengerti, bahwa memahamiku butuh kedalaman untuk tahu apa saja bacaan yang mempengaruhiku. Kami punya kesamaan pandangan dalam beberapa buku yang ditulis Ayu Utami. Saat itu aku menyadari, bahwa laki-laki yang kuhadapi ini tidak sama dengan laki-laki lain dalam memandangku sebagai perempuan...

#bersambung





Minggu, 27 Februari 2022

Modus

 Kalau denger lagu "Pulang" dari Float Project, aku ingat dulu habis patah hati alias putus pacaran, aku ngajak Mas Ryan ke Gua Maria, Sendangsono. Aku duduk dibelakang orang yang berdoa, ada seorang nenek sepuh yang khidmat berdoa, wajahnya teduh. Aku merasa tenang melihat beliau berdoa hingga selesai.


Lalu menghampiri Mas Ryan yang duduk ditangga pinggir aliran air. Lalu bilang


"Kenapa ya, aku gagal mulu kalau pacaran? Memang kayaknya emang bener deh, aku ga cocok sama lembaga pernikahan, pacaran aja kagak ada yang jelas." lalu ikut duduk disebelahnya sambil menerawang ke pemandangan pohon-pohon serta lalu lalang peziarah. 


Mas Ryan cuma ketawa 


"pernikahan kan hanya stempel dalam buku nikah,  yang nantinya mendefinisikan ya yang menikah"


"Oh ya, teori doank mah bisa kali. Kamu kan juga belum nikah masih pacaran. Ditanya nikah kapan, cuma bilang segera. Tapi diluar sana tetap aja tuh yang nikah, istrinya banyak yang dipaksa-paksa dan harus nurut mulu."


"Kalau nikahnya sama aku sih enggak"


"Modus lu" 😂😂😂


Dianya senyam-senyum mulu. Dan bilang "Ayo makan, paling kamu ngomong ngelantur karena lapar, makanya ngomel" 😂


Lima tahun kemudian, kami nikah 😂😂😂

Selasa, 22 Februari 2022

My Uncle is My Husband

Karena memiliki muka chubby, banyak yang menyangka, aku anak SMP/SMA. Banyak cerita lucu dimana mukaku yang kayak anak kecil ini, membuatku sering dikira jalan sama om-om.

Ada satu kejadian dimana aku sedang mampir di warung kopi dan memesan kopi dengan suamiku. Saat aku memesan kopi, si masnya tanya, wah mba mau pesan apa? Lalu aku jawab caffe latte. Lalu si masnya nanya lagi, kalau om yang sama mbak ini mau pesan apa? Muka suamiku merah padam.

Aku menahan ketawa...

Aku tahu, memang ia lebih sering dikira om ku, ketimbang suamiku 😅🤪😂🤣

Senin, 21 Februari 2022

Ke GAP

Paling kocak itu waktu pacaran, karena emang berusaha nyembunyiin hubungan sih, kita kencan di toko buku (kalo dipikir, jelas itu tempat yang pasti bisa ketemu circle kami). Nah, waktu itu dia udah datang ke toko buku, aku baru sampai di parkiran. Mau nyamperin...eh buset...

Ada teman kami berdua yang di toko buku. Dia nyamperin ryan. Aku langsung belok kanan menuju kamar mandi. Hahahahahaha..anjir, kencan hampir ke GAP! Dia tanya setelah temannya itu pulang, kamu ngumpet mana? Kamar mandi 🤣😂

Dia ngakak...terus bilang ini tempat ga aman ya buat kencan. Yaelah bambaaaang..udah dari kapan harusnya elu nyadar 😖😖😖🥴

Kamis, 17 Februari 2022

Bertemu Ibu Mertua

Bagaimana rasanya pacaran dan punya suami lebih matang? Hahahahaha. Aku selalu tertawa dan halu sendiri kalau mengingat bagaimana jarak umur yang cukup jauh bisa membuat banyak hal menjadi lebih menyenangkan. Banyak asiknya.

Saat aku pacaran dengannya, usiaku 23 tahun, sementara ia 30 tahun menjelang 31 tahun. Ini seperti pacaran dengan anak ABG yang sedang halu-halunya. Ia mungkin laki-laki matang dan tenang, berhadapan dengan cewek yang lebih banyak jujur dengan perasaan. Ia selalu takjub dengan hal-hal ajaib yang kulakukan, misalnya jika makan bisa sampai pipi, kalau bete makan es krim dan makan banyak, tidak bisa membedakan lemes karena sakit atau karena lapar (sudah berkali-kali sampai dia hafal, aku lebih banyak lemas karena lapar hahahahha). 

Ada satu kejadian yang membuatku sampai hari ini selalu menutup muka saking malunya. Dulu, saat awal-awal aku pacaran dengan dia, bapak dan ibu masih tinggal di Jogja. Saat itu aku datang menghampiri ia di rumah Jogja, ia memperkenalkan bapak dan ibu kepadaku. Kebetulan bapak dan ibu kan punya rumah makan. Aku sering makan disana tapi kata dia, gak usah bayar. Aku bingung, tapi sering nitip uang ke Ryan buat bayar. Aku mungkin terlalu polos kali yak. Ibu dan Bapak ini selalu tersenyum dan baik kepadaku. Sampai berbulan-bulan itu terjadi dan aku sama sekali tidak terpikir bahwa ia bapak dan ibunya mas ryan.

Sampai suatu akhir pekan, mas ryan mengajakku untuk ke pulang ke rumah asalnya. Aku waktu itu menyanggupi, oke. 

Begitu sampai rumah, yang kulihat adalah bapak dan ibu yang punya tempat makan. Astaga...

Sumpah, aku cuma melongo sambil menunjuk dan menoleh ke mas ryan. Lalu aku minta izin ke belakang rumah, lalu mas ryan menghampiriku ke belakang dan bilang;

"Kamu memang perempuan paling ajaib yang pernah ada"sambil memandangku datar

Lalu aku bilang

"Terima kasih atas sanjungannya" sambil senyum kecut ke mukanya lalu berjalan tertunduk mengikutinya...

Berbulan-bulan, aku bahkan tidak menyadari itu adalah calon ibu mertuaku, dasar!




-___-

 Aku pernah bertanya kepada suamiku, dan sebenarnya ini membuatku tersenyum sekaligus pengen lempar rambutan ke dia (tentu tidak kulakukan)

"Dulu, saat kita pacaran, kamu kan tahu sainganmu banyak. Bahkan saat kamu mengajak aku menikah, ada 2 orang lain yang mengajaku menikah juga. Dua-duanya juga sudah mapan, lebih ganteng juga. Dan aku baru sadar, kamu satu-satunya yang sepertinya tenang, dan tidak terpengaruh apapun yang dilakukan cowok-cowok itu? Why you can be so calm? Is it very competitive, don't you feel like that? 

"Hmm...karena aku tahu, aku akan jadi pemenangnya, sekalipun mereka melakukan hal-hal yang konyol untuk merayumu".

Aku : -_____- (pengen kulempar rambutan!)

Minggu, 16 Januari 2022

Lorong

Ada banyak kenangan buruk yang kuingat dimasa kecilku, yang kulihat sebagai hal yang paling mengerikan didalam rentang kehidupanku. Tembok yang menutupi tubuh dan rasa terkoyak ketakutan, sepi dan kesakitan. Apa yang kurasakan adalah nyata. Aku tak bisa mengubahnya saat kecil, tapi aku punya kesempatan untuk menerobos lorong mengerikan itu hari ini, agar aku bisa menatap masa depan dengan tabah dan kuat.

Ada banyak kesepian yang kutanggung.

Ada banyak rasa takut yang menyeregap

Kupikir akan hilang dengan berjalannya waktu.

Tapi ternyata ia tak cukup tanpa disertai pengertian dan penerimaan

Sabtu, 15 Januari 2022

Kenangan

Ketika aku menuliskan blog ini, hatiku masih dibayang-bayangi kenangan pahit masa lalu. Berupaya untuk menerima dan mengikhlaskan yang telah terjadi bukan hal yang mudah dilakukan. Banyak hal yang kubiarkan untuk terjadi sebagaimana alam menginginkannya tapi ada sebagian yang lain yang terlalu lama kusimpan dengan rapi dan hanya aku bisa kukeluarkan lewat tulisan.

Entah berapa lama aku telah menyimpan luka dan tidak menjadi dewasa karen selalu teringat dan tidak bergerak dari luka. Terlalu banyak yang kutanggung hingga aku yang awalnya adalah sosok kuat lama kelamaan menjadi ambruk dan tidak berdaya dihadapan depresi.Sesungguhnya, keperihan dan kesedihan selalu menghantuiku sejak lama dan aku berupaya senantiasa bangkit untuk bisa menerimanya sebagai proses alamiah didalam kehidupan, namun sayangnya tak semudah itu. Ia ibarat palu godam yang terus menerus menekan tanpa henti. Yang lebih menyedihkan palu yang menekan itu berasal dari keluarga terutama ibuku.

Malam-malam sambil melihat langit, aku tahu, aku telah berjalan sejauh ini meski dengan sempoyongan. Tapi aku memutuskan untuk tetap berjalan meski berpeluh luka sana-sini. Aku selalu bertanya pada diriku sendiri? Apa aku akan kuat menanggungnya? Luka-luka itu terlampau mengerikan dan penuh dengan rasa dingin. Mungkin yang kusebut dingin ini adalah kebencian, ketidakadilan dan rasa dibedakan. Andai aku tahu bahwa awal mula kehidupanku adalah penolakan, andai aku mau menerimanya dengan baik, tapi penolakan juga tak bisa dikatakan sebagai sebuah hal yang normal. Lagi pula, semakin kesini aku makin menyadari bahwa sebagian besar yang kurasakan hari ini adalah penderitaan yang diberikan Tuhan, dimana aku harus belajar syukur ditengah penderitaan. Seluruhnya, aku tahu, bahwa aku harus menikmati nikmat pada hal-hal yang amat minim. Rasa-rasanya bukan hal yang gampang melalui itu semua. Terlalu lama dalam keperihan dan rasa sakit membuatmu benar-benar merasakan mati rasa atas kehidupan. Selama puluhan tahun aku berupaya bangun, membangun dayaku sendiri meski akhirnya aku terjatuh dan terjerembab lagi.

Puluhan kali aku telah dibuat patah hati oleh ibukku sendiri. Ia tentunya tak pernah menginginkan aku menderita, tapi perasaan melindungi kerapkali justru berakhir dengan patah hati. Ini yang kualami dan kurasakan. Sesuatu yang lebih rumit untuk dimengerti. Bahwa ibuku memutuskan untuk mengabaikanku dan membagi cintanya dengan yang lain, melewatkan aku untuk bisa tumbuh dengan kedekatan, adalah sebagian penyesalan yang mungkin harus ibu terima dialam sana. Melihatku penuh kekecewaan dan kemarahan, tapi juga berupaya untuk memaafkannya dan menerima takdirNya.

Aku mengerti, hidup tak selalu liniear dan kadang jalan buntu. Kadang kita harus merubah haluan untuk memahami satu maksud. Kerapkali juga kita didudukan dalam keadaan untuk memilih satu hal yang terburuk dari hal yang paling buruk. Tapi lagi-lagi, pengertuan ini hanya bisa dimengerti dengan mengolah rasa. Hidup secara membabi buta membawa kita pada keadaan gersang, kosong untuk ditanami dengan kebaikan, ditumbuhi dengan kebijaksanaan dan menikmati buah kedewasaan setelah kita mengolahnya dari yang gersang, kering dan tak berupa kehidupan.

Growing Pains

Banyak kesedihan yang ku tanggung. Seandainya aku boleh meminta dan mengulang waktu, aku ingin Bapak ku sehat. Menemaniku aku tumbuh dengan ...