Selasa, 24 Mei 2022

Support System Orang Depresi

Depresi bukanlah penyakit mental yang mudah dijalani. Rasa sakitnya benar-benar membuat orang yang mengalaminya akan memahami, bagaimana rasanya hidup tanpa jiwa, ingin mengakhiri segalanya. Manusia, makhluk paling survival, dengan rekam jejak panjang dari zaman purba, akan bisa mengakhiri kehidupan karena penyakit ini.

Gejala-gejala depresi lahir perlahan, dari genetik, pengasuhan masa kecil yang menyakitkan, lingkungan sekolah yang penuh bullying, putus cinta, krisis kehidupan, menghadapi kedukaan kematian dan berbagai trauma, bisa meledak tanpa diduga. Sebagian orang yang mengalaminya, akan menangis dan merasakan kesedihan mendalam. Rasanya seperti tenggelam dalam lumpur kesedihan, dimana orang yang mengalaminya tidak tahu bagaimana caranya keluar dari kesedihan itu.

Salah satu hal yang paling penting dari proses kesembuhan dari orang depresi adalah support system. Orang-orang terdekat menjadi kunci, berhasil tidaknya seluruh terapi yang dijalani orang yang mengalami depresi. Ada dua terapi yang bisa dijalani, sejauh ini ada farmakologi atau dengan pengobatan dari psikiater dan psikoterapi yang dilakukan oleh psikolog/terapis. Keduanya sebaiknya dilakukan beriringan. Obat dibutuhkan untuk membantu mengurangi gejala fisik dan psikoterapi digunakan untuk melatih cara berpikir, bertindak dan merasakan agar orang yang depresi tidak relaps atau kembali depresi.

Lingkungan menjadi faktor yang paling dominan menentukan apakah seseorang depresi bisa segera sembuh atau justru makin memburuk. Dalam kasus yang pernah kulihat ketika di klinik kejiwaan, hampir sebagian besar keluarga atau lingkungan pasien yang datang ke psikiater amat malu dan sembunyi-sembunyi ketika ada anggota keluarganya yang sakit mental. Di kesempatan lain, aku dan suamiku juga sering melihat pasien yang datang dengan malu ketika mengambil obat. Padahal, keterbukaan dan kesadaran untuk mengakui bahwa diri sedang tidak sehat mental, menurut dokter psikiaterku, adalah langkah awal untuk kesembuhan. Sebagai catatan, aku datang ditemani suamiku, saat menjalani serangkaian assessment, lalu bertemu dengan dokter, aku mengakui bahwa saya bermasalah. Hal itu direspon amat positif oleh dokter. Ia berkata bahwa dengan posisi kesadaran seperti ini, maka peluang sembuhku akan lebih cepat.

Support system dalam hal ini keluarga menjadi faktor penting kesembuhan seseorang dengan depresi. Ketika aku masuk depresi pertama kali, suamiku sudah berpikir bahwa aku jelas tidak akan bisa bekerja sementara waktu. Ini berarti sementara waktu penghasilan hanya akan ditopang oleh dirinya. Dia menyiapkan serangkaian rencana keuangan, agar aku bisa tertolong melalui pengobatan terbaik. Suamiku memutuskan agar diriku mendapatkan pengobatan mandiri, dengan harga obat bisa sampai rentang 500 ribu hingga 1 juta sekali konsultasi, dengan posisi 1-2 kali sebulan. Sebenarnya dengan BPJS, obat bisa gratis. Namun, ia memilih untuk aku menjalani terapi dengan dokter dan pengobatan terbaik. 

Ia memilihkanku psikolog senior, yang memiliki rekam jejak panjang menangani pasien-pasien depresi akut. Ia yang merekomendasikanku untuk mendapatkan layanan terbaik dari biro psikologi Kemuning Kembar. Aku sempat 2 kali ganti psikolog sebelum ke Kemuning Kembar. Dengan rentang sekali konsultasi bisa antara 350-400 ribu. Tapi tenang saja, jika kalian punya BPJS, layanan ini bisa diakses di puskesmas/rumah sakit secara gratis. Depresiku lumayan kompleks, aku datang ke psikolog lebih dari 12 kali, dan masih di maintanance sampai sekarang. Aku ke psikolog sebulan sekali.

Saat depresi, suamiku juga tetap bekerja dan beberapa kali keluar kota dengan rentang waktu cukup panjang. Ia tidak ingin, aku tidak terawat. Maka ibu mertuaku yang kemudian merawatku. Hampir 1 bulan, aku dirawat ibu dan bapak saat aku dalam pengawasan obat depresi. Ibuku sangat telaten dan memperlakukanku sangat baik, dimana ia adalah sumber kekuatanku untuk pulih. Aku merasakan kembali dicintai oleh ibu dan keluarga yang hangat.

Aku sejujurnya sering melankolis sendiri, mengingat bagaimana suamiku bertahan sebagai caregiver. Tidak gampang. Hampir setiap saat aku menangis dan bersedih. Belum lagi gejolak emosional yang terjadi. Mendampingi orang depresi sangat melelahkan, sangat. Ia mempersiapkan banyak hal, agar aku tidak semakin jatuh kedalam lubang depresi. Ia mendorongku untuk menulis setiap saat. Saat amarah keluar, aku akan menulis lalu akan menangis. Ia berulang kali mendengar keluhan dan ucapan yang sama, ratusan kali dalam sehari. Belum lagi, menghadapi emosiku yang naik turun. 

Sekarang, aku sadar, aku tidak akan sembuh kalau tidak ada dukungan dari suami dan keluarga. Disaat semua terasa gelap bagi orang depresi, sejujurnya, mereka hanya ingin orang terdekatnya tahu, tidak mudah menahan beban luka batin sendiri. Ia ingin diterima apa adanya. Ditemani untuk bersama-sama menyembuhkan luka dan belajar untuk mentransformasi luka. Aku merasa beruntung memiliki suamiku. Aku tahu, tidak banyak yang seberuntung aku ketika berhadapan dengan depresi. Maka, aku akan mulai menuliskan pengalamanku menghadapi masa-masa sulit saat depresi dan bagaimana support system harus dibangun tatkala ada seseorang membutuhkan bantuan saat ia berupaya untuk mengakhiri kehidupan…

Kamis, 19 Mei 2022

Hari-Hari Akhir Bapak

Hari-hari setelah kematian bapakku, adalah hari paling gelap yang aku rasakan. Masa-masa dimana hidup sepertinya tidak perlu dilanjutkan. Kesedihan yang sulit diungkapkan, sebuah perasaan dimana hanya hawa dingin dan kengerian. Rasa hidup yang sepenuhnya hilang dari dalam diriku. Aku mulai menyadari, beberapa waktu belakangan setelah aku menengok kembali kenangan tentang dirinya. 

Aku masuk kembali kedalam kenangan dan memori yang paling menyeramkan didalam hidupku. Aku seperti zombie, mayat hidup yang tak tahu apa yang harus dilakukan selain mematikan rasa hidup.Gelap yang tak pernah ada cahaya. Hanya kepedihan dan air mata yang terlintas. Aku menjadi tidak punya gambaran masa depan. Kematian bapak bertahun-tahun menghantuiku dengan kuat. Itu terjadi karena aku memiliki memori kesedihan panjang mendampinginya. Aku ingin ia hidup tapi waktu akhirnya memenggal semuanya dengan cepat. Kenanganku dengan bapak sangat indah saat kecil tapi semakin menyedihkan tatkala aku beranjak remaja dan dewasa.

Tapi sejujurnya kengerian itu hadir secara pelan-pelan. Aku tidak pernah berpikir hidup dimasa-masa paling bengis, penuh dengan kengerian dan berulang kali keluar masuk rumah sakit, menyaksikannya ditusuk jarum, memakai oksigen, monitor dan alat pemacu detak jantung. Fase dimana aku melihat dokter bertindak cepat menggunakan alat pemacu jantung membuatku bercucuran air mata dan ketakutan. Aku tidak pernah membayangkan, bapak akan pergi dengan jalan seperti itu. Ada trauma yang begitu dalam melihatnya terbujur kaku, dengan tubuh yang sangat dingin, tak bergerak lagi. Kesedihan yang tak pernah aku mengerti. Setelahnya, aku tidak percaya lagi pada kehidupan dan aku tak percaya lagi, akan ada yang membuatku tersenyum dan bangkit menghadapi dunia. 

Butuh waktu hampir 9 tahun, aku merelakannya untuk pergi. Bersamaan dengan kepergiaan Ibu...

Minggu, 15 Mei 2022

Pemaafan

I didn't have a happy childhood, I had a very tough childhood, and I didn't have a good relationship with my mum. That was a fact but now I have already transformed my pain to overcome.

Aku mengakui bahwa aku memiliki masa anak-anak yang tidak mudah. Sampai almarhumah ibu meninggal, dia tidak tahu, betapa aku sangat marah dan kecewa dengannya. Aku marah karena ia kasar dan keras kepadaku sejak kecil. Singkat cerita, amarahku meledak 6 bulan sejak ia pergi mendadak di Juni 2020.
Aku membawa amarah sekaligus kesedihan saat jatuh ke depresi. Amarah itu memuncak, saat aku amat kecewa karena sampai dia meninggal, ia tidak pernah tahu bahwa aku menyimpan kekecewaan yang dalam karena ia banyak meninggalkanku saat kecil, marah karena ia keras dan kasar kepadaku, marah karena aku tidak mendapatkan ibu yang hangat dan segala kekecewaan itu akhirnya meledak.
Saat itu suamiku bilang, bahwa aku banyak berubah, menarik diri sekaligus marah setelah ibu pergi. Kusadari sekarang, ekspresi marah yang ku keluarkan saat aku depresi adalah coping mechanism didalam inner childku. Setelah ibu tak ada, inner childku merasa lebih bebas untuk mengatakan banyak hal didalam tulisan, tangisan bahkan berkata-kata yang ia tujukan kepada alm ibu. Dalam beberapa momen, aku mengamati bagaimana ia nampak semakin membaik setelah mulai mengekspresikan rasa marah itu. Pelan-pelan, rasa sesak di dadaku sepenuhnya berkurang, gemuruh rasa marah itu mereda, lalu berganti kepada kesedihan, menangis. Lalu kemudian dia mulai memaafkan ibu dan menerimanya. It's long process. Butuh waktu 2 tahun. Kebetulan kemarin 2 tahun kepergiaan ibu dan dia mulai memaafkan banyak hal dimasa lalunya dan mulai jejeg memandang kedepan
But I believe, my mum knows about heaven. I do a deep conversation with her. She brought wounded inner child too but she gave me a chance to transform my pain. She pushed me to be well educated. This makes me know how to handle this pain. My mom didn't have this opportunity.
Ini seperti perjalanan yang tak pernah habis Aku merasa beruntung bahwa depresi membawaku pada pemahaman yang sangat dalam pada kehidupan. Membuatku mengenal diri sendiri lebih dalam. Ibuku tetaplah bagian dari diriku. Ia memang memberi luka tapi dari situ pula, aku belajar sebagai anak, untuk tidak lagi meneruskan luka generasi pada anak-anakku kelak. Cukup di aku.
Memang bisa dibilang, dengan mengenal inner child, aku bisa mengamati betul darimana akar dari sikap, tindakan dan perilaku yang seringkali dulu tak kusadari kulakukan karena melihat cara ibu melakukan sesuatu. Butuh waktu bagiku untuk mengamati dan behenti sementara, lalu dengan sadar bersikap. Pengamatanku membuatku tahu bahwa, memori kita masa kecil sangat membentuk bagaimana kita bersikap saat dewasa, tanpa sepenuhnya menyadari kenapa kita bersikap demikian. Berulang kali aku belajar mindfulness, kadang ya gagal (ya namanya juga manusia), kadang dengan jurnaling (ya kesannya sering ngalor ngidul), tapi setelah kubaca ulang, banyak hal yang kutulis menunjukan siapa diriku dan apa mauku sendiri. Ini proses seumur hidup, mengenal diri sendiri.
So enjoy your every single journey, you've done. Rasakan semuanya dan transformasi seluruh luka kalian untuk menjadikan kalian lebih baik. Kita semua akan baik-baik saja, kalian akan mampu melampauinya.. 🙂

Growing Pains

Banyak kesedihan yang ku tanggung. Seandainya aku boleh meminta dan mengulang waktu, aku ingin Bapak ku sehat. Menemaniku aku tumbuh dengan ...