Rabu, 11 Desember 2013

Kekerasan Seksual : Korban Wajib Dibela

Tulisan ini dimuat di Koran Kedaulatan Rakyat Jogja, tanggal 10 Desember 2013.

Kasus SS, seorang kurator, dosen dengan bermacam penghargaan penulisan puisi menjadi sorotan hangat berbagai media nasional. Bukan karena hasil karya yang menghiasi dinding penghargaan, SS kini tengah disorot akibat dugaan kasus perkosaan yang mengakibatkan seorang mahasiswi di Universitas Indonesia, berinisial RW  yang mengalami kehamilan yang tidak dikehendaki.

Kasus ini mulai mencuat, ketika RW melaporkan kasus dugaan perkosaan yang dialaminya kepada kepolisian Polda Metro Jaya. Bagi para penggiat isu kekerasan terhadap perempuan,  kasus SS  harusnya bisa menjadi alarm bagi semua kalangan, bahwa kekerasan seksual baik dalam bentuk perkosaan, pelecehan seksual, eksploitasi seksual dan bahkan berdampak pada kehamilan yang tidak dikehendaki adalah realitas yang tidak bisa dibantah, yang bertanggung jawab terhadap perilaku kekerasan adalah pelaku, dan jangan lagi menyalahkan korban.

Jika kita mau merawat ingatan, tentunya publik seharusnya tidak akan lupa kasus kekerasan seksual yang pernah menjadi pembicaraan warga dunia, pada kasus perkosaan berkelompok terhadap seorang gadis perempuan di India, yang berujung pada kematian korban. Publik India kala itu marah, laki-laki dan perempuan turun ke jalan dan bahkan mengecam tindakan salah satu pejabat, yang mengatakan bahwa perkosaan terjadi karena perempuan tidak bisa menjaga cara berpakaiannya.

Selasa, 10 Desember 2013

Real Partner

Ia laki-laki baik yang saya temui, sebelumnya kami berteman akrab. Perkenalan kami dimulai dari jejaring sosial media, setelah saya mengenalnya dari tulisan yang sempat ia guratkan di sebuah jurnal. Saya tidak pernah kepikiran untuk menjadi bagian terpenting dalam hidupnya, tapi dimana pun dan kapanpun saya memang selalu menaruh rasa hormat pada sosok laki-laki yang mampu menjadi teman, sahabat dan menempatkan diri dalam kadar kedewasaan dalam berorganisasi maupun kehidupan.

Sejak awal kuliah, saya sangat suka membaca Hok Gie dan Kasino. Laki-laki pertama, saya temui lewat Catatan Seorang Demonstran. Gie menampakan dirinya kepada saya dalam wujud yang cukup culas namun misterius. Gie menerbangkan imajinasi saya pada sosok yang tak perlu ragu untuk tak dikenang, tentang mencintai buku, cinta dan pesta. Meski saya merevisinya menjadi buku, cinta dan kopi. Gie mengingatkan saya untuk selalu berdamai dan kembali menikmati alam, kala tubuh mulai enggan dan sulit untuk berkoordinasi dengan pikiran. Letakanlah beban dan lara dalam perjalanan, disana akan kau temui berbagai sudut pandang dan saat pulang, kau akan kaya. Ia bagai kamus berjalan, sejatinya saya selalu menyukai pemikiran laki-laki yang cerdas bukan hanya intelektual, tetapi juga tentang hidup dan memanusiakan.

Titik Nol

Titik dimana kita tak tahu lagi kemana kita akan melangkah, bukankah kejutan akan menempatkan dirinya secara tak terduga. 

Jujur inilah kebimbangan yang kini menerpa. Kemana saya akan melangkahkan kaki saya, sebagai perempuan yang akan beranjak ke usia 24 tahun. Barang kali, inilah cara Tuhan menempatkan saya untuk sepenuhnya mengenal diri saya kembali. Setalah bertahun-tahun, saya melalang buana dengan perjalanan dan asyik dengan setiap terpaan pemandangan.

Selama ini, saya adalah orang yang paling malas untuk melakukan perjalanan pulang ke rumah, apalagi sepeninggal papa. Perjalanan ini meski hanya menempuh jarak kurang lebih 60 kilometer dengan waktu tempuh satu setengah jam, tak selalu menimbulkan kesan mendalam, seperti saat perjalanan-perjalanan lain yang membimbing kaki saya untuk menjejakan kaki di tanah surganya.

Senin, 07 Oktober 2013

Masih Bebas


















Di keheningan malamku bertabur bintangku
Ingin rasa ini hatiku mengeluh
Jiwaku mendesah ingin aku bebas

Seminggu bersama yang lain
Kucoba mencari rindu atau tak rindu
Bila kita jauh tetapkah setia
Ternyata ku merindu

Selama belum ada janji hidup bersama,
Ku bebaskan kau mencoba dengan yang lain.
Kan ku tetapkan hatiku buat kamu bila waktunya
Namun kini belum terikat, mencoba yang lain

Ada perlunya lagi, cemburu padaku
Aku cinta kamu,
Aku membutuhkan jadi dewasa dengan pengalamanku.


By. A

Kamis, 12 September 2013

Terima Kasih

Pagi ini aku ingin menulis. Pagi di Solo yang kulalui dengan perjalanan malam di jadwal kereta api terakhir. Ya, tadi malam aku memutuskan untuk pulang sementara waktu, untuk melakukan jeda dalam setelah beberapa hari rutinitas menumpuk, menyamankan hati dan jiwa agar seimbang. Tadi malam adalah malam yang cukup melegakan dalam beberapa hal. Setidaknya, aku tidak terlalu khawatir lagi pada ketakutan berlebihan yang menghantuiku beberapa hari ini.

Selasa, 10 September 2013

Doa Malam

Malam ini aku tak bisa tidur dengan nyenyak. Aku hanya terkapar dan membolak-balikan tubuhku, ke kanan dan ke kiri, mengharap mata akan terpejam. Namun, nampaknya aku kalut. Ada yang menganggu pikiranku.

Senin, 22 Juli 2013

Melampaui Titik


Betapa menyenangkannya bebas dan tidak terikat, ketika kau telah siap untuk terbang tinggi dan tak perlu takut lagi dengan kesedihan.

Selasa, 16 Juli 2013

Perempuan 23 Tahun

Siapa bilang menjadi perempuan itu mudah?.
Saya perempuan 23 tahun. 
Kalau bukan karena ibu saya yang selalu menyemangati saya dari awal, mungkin pilihan berdiri diatas kaki sendiri tidak akan muncul sebagai bentuk keputusan politis, tetapi seberkas beban penghukuman akibat sok-sok-an menjadi perempuan kuat.

Saya perempuan 23 tahun.
Bukan, tetapi ini pilihan sebagai kesadaran, bukan buah dari paksaan. .Ada fase-fase kehidupan yang harusnya mengajarkan kita untuk bertanya secara lebih mendalam, kritis dan reflektif terhadap apapun. Karenanya kita menjadi tahu, dalam posisi apa kita melangkah dan “tahu” mengapa kita melangkah menggunakan kaki menganugrahkan.

Sabtu, 29 Juni 2013

Percakapan Tiga Perempuan


Malam ini ibu, kakak perempuanku dan aku bercakap di meja makan. Kami bercakap dan mengeluarkan pendapat, ketika mama kami bertanya.

"Mengapa ya dek, ada perempuan yang sudah menjanda karena ditinggal mati suaminya, kemudian berani memutuskan menikah secepat kilat seperti budhe A. Ya, kalau bisa menemukan belahan jiwa kita, seperti papa, yang sangat toleran dan selalu berjuang bersama mama dari nol sampai akhir hidup papa. Menurutmu bagaimana dek?"

Lalu kakak perempuanku berkata

"Ma, sekarang itu kebanyakan perempuan selalu pengen ini itu, disiapkan ini itu kalau menilai seorang laki-laki. Kadang malah tidak siap jika tiba-tiba laki-lakinya sakit kayak papa. Memang sih menjanda karena perceraian itu lebih dianggap negatif sama orang-orang dan menjanda karena ditinggal mati itu lebih terhormat, tetapi juga tak bisa sepenuhnya membenarkan untuk menuntut segalanya dari laki-laki"

Rabu, 26 Juni 2013

Feminis, Pembelajar Cinta Kasih

Kamu perempuan feminis, tak beragama dan liberal
Kamu itu superwoman seperti lagunya Alicia Keys atau seperti lagunya “Girl On Fire”
Kamu adalah anaknya ibu, anak terakhir ibu yang bisa menjadi apapun yang ingin kamu lakukan.

Terakhir ketika saudara jauh saya menanyakan, apa yang kamu lakukan ketika kamu berada dalam posisi tak lagi memiliki visi hidup yang sama dengan partnermu? Seperti yang dialami mamiku sekarang? Saya dengan tegas menjawab, kalau saya dalam posisi mami, saya akan memutuskan bercerai dan memulai hidup lebih baik, dengan anak-anak. Karena melelahkan bukan hidup dengan partner yang bahkan tak bisa lagi memiliki visi yang sama, itu aneh menurutku

Lensa Lampau

Cerita ini adalah campuran fiksi dan autogiografi. Sesuai dengan inginku yang meloncat-loncat. Maka ceritaku banyak yang tidak beraturan. Selamat membaca dari duniaku.

Aku ingin menuliskan sesuatu yang bersifat personal dan intim. Aku hanya ingin jujur jika hal ini terlalu kompleks dari hal lain yang sering aku lakukan setiap harinya. Aku lahir dari seorang perempuan, yang bekerja sebagai pengusaha dan dari seorang laki-laki yang bekerja sebagai seorang PNS teknik sipil.  Ayah dan ibuku adalah hasil pertentangan identias, menghasilkan aku yang tak jelas. Lahir 23 tahun silam, aku tak terlalu dekat dengan ibuku, tetapi menjadi penyayang ulung untuk ayahku.

Rabu, 29 Mei 2013

Ritual Lain

Seperti biasa, setiap pagi saya ke kantor dan membuat secangkir teh untuk memulai ritual kerja, terkadang saya juga minum kopi jika memang hati sedang ingin. Saya biasa duduk didepan komputer dengan serakan buku yang ada di kanan-kiri. Terlebih, jika sedang sangat menikmati saya bisa menulis dan membaca tanpa henti, sampai malam pun juga tak masalah.

Di meja kerja saya, ada satu buah komputer dan satu netbook merah milik saya sendiri. Saya lebih sering menulis di netbook, hanya jika membutuhkan data-data penting saja saya akan membuka file kantor. Depan ruang kerja saya adalah taman dan kolam ikan. Paling menyenangkan jika bekerja saat hujan, tentu saja. Selain suasana lebih dingin, pikiran untuk menuangkan ide lebih lancar.

Nah, paling menyenangkan adalah ketika menyempatkan waktu untuk menulis di blog. Menulis di blog merupakan moment untuk melepaskan cerita-cerita lain, dari keseharian rutinitas. Menulis cerita-cerita hidup adalah kebahagian paling mendasar untuk ku, karena aku bisa menuliskan pengalamanku dengan harapan, kelak untuk mereka yang merasakan hal yang sama, bisa mendapatkan sari pati kehidupan yang lebih manis.

Pesawat Itu

Senja, pesawat itu pun terbang. Membawaku pada sebuah pertanyaan dan kebimbangan.

Biasa, sedari kecil aku diajarkan untuk melambai ketika perpisahan. Agar harapan tetap terjaga, kelak pertemuan adalah keniscayaan. Tetapi, kali ini aku urung. Urung untuk melambai, bahwa pesawat akan pulang.

Kubiarkan ia mengangkasa. Ku biarkan ia pergi tanpa perlu kembali. Kulepaskan dan tersenyum melihat sayap indahnya dilangit biru.

Kali ini, sekali lagi aku mengalahkan rasa takutku. Melepaskan bagian kata memiliki untuk dibebaskan. Aku yakin pesawat yang pernah sedekat tubuhku, akan melintasi bumi ini dengan lebih baik tanpaku. Kupasrahkan doa-doa kepada Tuhan, agar pesawat itu sampai diperaduannya.

Tak menjadi masalah, aku tak lagi menjadi yang terdekat. Aku sudah melepaskan logika dan perasaanku, untuk tumbuh menjadi perempuan yang memiliki mimpi dan bahagia setelahnya.

Hari ini, aku lebih bahagia.
Hari ini, aku mengerti senyum masih terkembang.
Diantara trauma dan pilu, 
Aku hidup dan menikmati perjalanan kakiku :)


Sabtu, 25 Mei 2013

Doa-Doa

Senangnya bisa menulis sebelum pulang ke Solo. Hari sabtu yang menyenangkan untuk kembali ke keluarga, apalagi hari ini kakak ku ulang tahun yang ke 35. Jarak yang sangat jauh memang, kami selisih 12 tahun dengan perbedaan karakter yang menonjol, tetapi tentu aku menyayanginya. Selamat ulang tahun mas eko, panjang umur dan selalu menjadi ayah dan suami yang baik.

Lari ke stasiun, seperti biasa terlambat. Aku kehabisan tiket kereta dan menunggu 3 jam lagi untuk mendapatkan tiket. Kemudian aku memutuskan mencari makan, hari ini aku ingin makan sembari mengamati orang-orang yang berlalu lalang di tempat makan. Aku menyukai makan sendiri, berada di pojokan dan mengamati orang-orang. Tak ada orang yang mengenalku dan kemudian mengetik tulisan. Biasanya pada proses ini, aku akan sangat mudah mengeluarkan ide setelah perut mengenyang.

Ditengah mengetik, aku suka menyeruput kopi di sampingku. Kopi hitam, sumber kewarasan ditengah hidup yang makin tak waras. Kemudian, tetiba playlist "Wish You Were Here" Endah and Rhesa mengalun dan aku selalu tersenyum dan berdoa

Semoga setiap orang didunia yang tengah merindu bisa bahagia, entah rindu kepada keluarga, sahabat, kawan, orang-orang terkasih dan kekasih. Dan satu lagi, semoga ibu didepan ku yang tengah menyuapi anaknya lebih bahagia. Lindungi kami dengan segala kasihMu, tempatkan kami pada manusia-manusia yang bersyukur kepadaMu. Amin :)

Kamis, 25 April 2013

Sikap

Yang kusukai dari pacaran cuma satu, saat PDKT. Lainnya, monoton!


Sentimentil

Seminggu ini aku sakit. Dan yang paling menyakitkan adalah kesepian ditengah sakit. Argghhh.. aku tak pernah sangat sentimentil ini sebelumnya.

Aku yang rindu ayah di surga, ibu yang sibuk dengan keberangkatanya ke jakarta serta mobilitas kerja yang lumayan, membuat badanku drop.

Dan kau tahu, aku menangis dalam sepi. Ditengah rasa sakit yang menekam sisi kanan dada, panas dalam yang tak kunjung sembuh, aku menghujat diriku sendiri.

Dulu, aku anak manja dengan pikiranku sendiri, manja dengan ayahku. Ini yang membuatku sering merasa takut ketika tak punya seseorang disampingku.

Dulu, ketika sakit, ayahku lah yang merawatku, mengantarkanku ke dokter dan membuatkanku sarapan. Ini yang membuatku sangat ketergantungan.

Sampai pada suatu titik, dua hari yang lalu. Tengah malam, aku mengiggau dan berdiri saat tidur. Ketakutan karena panas yang semakin meninggi lalu tetiba aku mengambil kitab suci. Dan takut

Aku tak pernah sesentimentil ini. Aku biasa jadi anak perempuan yang sehat, ceria, bahagia, tetapi satu hal yang baru kusadari, aku takut kesepian dan kesendirian

Ode for the loves one


Rabu, 27 Maret 2013

Malaikat Itu Juga Tahu, kan?

Dulu kita pernah menyanyikan lagu ini. Aku sangat suka lagu ini, saat pertama kali mendengarkan lagu ini dinyanyikan oleh Dee. Kini lagu ini dinyanyikan lagi oleh Gleen Fredly. Aku selalu menyanyi untukmu sampai kapan pun. Aku masih akan menyanyi di cafe itu. Percaya bahwa ingatan tak pernah luntur meski telah berlalu menjadi kenangan. Maaf sering menangis, maaf aku tak sempat menemuimu sebelum banyak kemo itu menyakitkan tubuhmu. Aku tak akan berhenti menyanyi. Kamu tetap juaranya. Janji :((
Lelahmu jadi lelahku juga

Kali ini hampir habis dayaku
Meski seringkali kau malah asyik sendiri
Karena kau tak lihat terkadang malaikat

Hampamu tak kan hilang semalam



Namun tak kau lihat terkadang malaikat

Kau selalu meminta terus kutemani

Namun tak kau lihat terkadang malaikat


Rabu, 13 Maret 2013

Kali Oyo : Semacam Perjalanan Melawan Diri


Ini perjalanan gila, melompat dari ketinggian 10 meter, menikmati sinar matahari dan tentu saja bermain dengan air. Perjalanan ini selalu memberi kenangan, kenangan untuk melawan diri sendiri dan kenangan untuk menikmati alam sungai Oyo di Gunung Kidul.Selalu rindu dengan tempat ini. Sangat!

Saya memulai perjalanan ini dari Solo, pukul lima pagi saya sudah bangun dan sholat subuh. Memutuskan untuk mandi dan merapikan barang-barang yang akan saya bawa ke Jogja. Saya berangkat agak terburu-buru tanpa sempat sarapan di rumah.

Ponakan-ponakan kecil saya masih terlelap tidur, meski samar saya mendengar mereka menangis. Ibu saya sudah berada di dapur, menyiapkan secangkir teh hangat untuk mengganjal rasa dingin. Saya bilang dan meminta maaf ke ibu, kalau tidak sempat sarapan dirumah, karena mengejar kereta jam 7 pagi di stasiun Purwosari.

Saya ke stasiun dengan menaiki bis, sembari melihat sawah yang melirik disisi kanan dan kiri mata kanan saya. Ini sungguh menyenangkan, menghirup udara pagi yang segar dan sinar matahari yang menyentuh lembut punggung tubuhmu. Saya sempat berbincang kepada kernet  bus, dia bertanya tentang tujuan saya. Seperti biasa, dari keseluruhan kernet yang sempat saya jumpai setiap minggu pagi, mereka mengira saya akan berangkat ke gereja. Alasannya hanya satu, saya tidak membawa kitab tentu saja tetapi mengira bahwa buku tebal yang saya bawa adalah Alkitab. Saya hanya tersenyum saja, kemudian turun di Purwosari.

Jumat, 08 Maret 2013

Merayakan Keberdayaan Perempuan


Tulisan ini dimuat di Kedaulatan Rakyat Edisi 8 Maret 2013. Tulisan ini saya persembahkan untuk perempuan yang tengah merayakan Hari Perempuan Internasional dan tengah berusaha menggapai keberdayaan dan keadilan..

Merayakan  Keberdayaan Perempuan

Oleh : Any Sundari[1]

Tak henti-hentinya kita disuguhi berita kekerasan terhadap perempuan di media cetak dan elektonik. Hari ini mungkin mereka yang menjadi korban, tetapi tak menutup kemungkinan Anda atau keluarga Anda bisa menjadi korban. Tak pernah terlihat upaya serius dari negara untuk menuntaskan kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan, mulai dari kasus pemerkosaan, pelecehan seksual dan  nikah siri yang berawal dari perselingkuhan. Faktanya, suara perempuan dan anak sebagai korban dalam lingkup rumah tangga maupun kekerasan dalam ranah publik tak pernah didengar.

Masih jelas diingatan, bagaimana akhir tahun 2012 publik dikejutkan oleh kasus nikah siri yang dilakukan bupati Garut, Aceng Fikri. Belum lagi kasus Aceng reda, publik digegerkan pula oleh kasus istri Wakil Walikota Magelang, yang menuntut pertanggungjawaban suami karena telah menelantarkan dan melarang ia bertemu anak-anaknya. Media semakin bertambah ramai, ketika elemen dalam masyarakat, memprotes Daming, seorang calon hakim agung yang berceloteh bahwa perempuan korban juga menikmati pemerkosaan yang terjadi pada dirinya.

Kita bisa melihat, betapa  tidak pekanya para pejabat publik kita dengan pespektif keadilan perempuankorban. Hal ini sekaligus mengamini realitas bahwa pejabat publik kita tidak hanya lemah terhadap godaan uang dan kekuasaan, tetapi juga lemah terhadap godaan syahwat dan prinsip kesetiaan terhadap pasangannya.  Perdebatan publik terbelah  antara etis dan tidak etis atas perilaku pejabat publik tersebut. Tetapi, mungkin kita semua lupa, bahwa yang paling dirugikan adalah perempuan korban dan anak. Suara mereka hampir tak pernah kita  didengar, padahal dampak kekerasan terhadap keduanya sangatlah kompleks, dari  kekerasan fisik, psikologis, seksual, ekonomi hingga sosial.

Menjelang peringatan Hari Perempuan Internasional yang jatuh pada tanggal 8 maret, tema internasional yang diusung oleh penggerak isu perempuan di seluruh dunia adalah 

Terjadinya kekerasan terhadap perempuan tidaklah disebabkan oleh faktor tunggal. Mulai dari faktor individual, kontribusi struktur budaya dan masyarakat yang mendiskriminasi perempuan, hingga pembiaran negara yang tak pernah tuntas menyelesaikan kasus kekerasan terhadap perempuan. Korban sudah kelelahan menunggu, terobosan-terobosan perundang-undangan tidak terlalu memberi manfaat penuh terhadap hak-hak korban. Hanya sedikit perempuan korban yang berani melaporkan kasus kekerasannya. Mulai dari alasan malu, tekanan sosial hingga stigmatisasi terhadap korban sebagai penyebab terjadinya kekerasan terhadap dirinya. Tidak terjadi sinergitas positif antara perundang-undangan dengan fakta lapangan karena faktor kuatnya kontrol kebudayaan yang tidak memihak perempuan.

Sepanjang tahun 2012, Rifka Annisa sebagai lembaga swadaya masyarakat yang bergerak dalam penghapusan kekerasan terhadap perempuan mencatat  303 kekerasan dalam lingkup rumah tangga di Yogyakarta. Tahun ini kasus kekerasan masih didominasi kekerasan terhadap istri sebanyak 226 kasus, kekerasan dalam pacaran sebanyak 28 kasus, pemerkosaan 28 kasus, pelecehan seksual sebanyak 9 kasus serta kekerasan dalam keluarga ada 11 kasus.

Dari data 303 kasus kekerasan, sebanyak 98 perempuan korban yang datang ke Rifka Annisa mengalami kekerasan psikologis akibat perselingkuhan pasangannya. Perselingkuhan dari tahun ke tahun juga menjadi penyebab utama meningkatnya angka perceraian. Berdasarkan data dari Badilag.net atau Mahkamah Syariah/Pengadilan Agama pada tahun 2011, terjadi 27.279 kasus perceraian, sebanyak 20.563 kasus disebabkan oleh perselingkuhan. Kasus kekerasan psikologis akibat perselingkuhan mendapatkan momentum perhatian publik di akhir tahun 2012, ketika media mengangkat isu perselingkuhan, poligami dan nikah siri yang dilakukan oleh pejabat publik, khususnya yang dilakukan oleh Aceng Fikri.

Perdebatan publik menjadi panas dengan wacana apakah etis atau tidak jika seorang pejabat publik melakukan perselingkuhan yang berujung pada poligami dan nikah siri. Namun, publik dan media gagal membaca akar dari persoalan yang terjadi. Memang, Aceng Fikri dan beberapa pejabat lain akhirnya mundur, atas persoalan ketidaketisan perilaku pejabat. Namun, tak lantas pencopotan ini memberi efek jera terhadap perjabat publik untuk tidak melakukan kekerasan terhadap pasangannya maupun perempuan lain.

Akar persoalan utama yang harus dilihat dari kekerasan terhadap perempuan adalah ketimpangan relasi antara perempuan dan laki-laki. Dimana akses perempuan terhadap pendidikan,menjangkau sumber daya, dan pengambilan keputusan masih sangat terbatas. Relasi yang timpang membuat banyak perempuan pada akhirnya menerima keputusan untuk mendapatkan kekerasan sebagai hal yang wajar. Keberdayaan perempuan tidak sepenuhnya berada pada otonomi dirinya sendiri. Jika ditarik garis lurus, kekuasaan yang dominan terhadap akses sumber daya, baik uang, jabatan, maupun keputusan yang berdampak pada inferioritas salah satu pihak, pada akhirnya menimbulkan kekerasan.

Dalam konteks, kasus perselingkuhan yang berujung pada nikah siri dan poligami, maka perempuanlah yang dirugikan atas sempitnya ruang tawar, karena akses perempuan yang terbatas dalam berbagai sumber daya yang bisa menopang keberdayaannya. Keberdayaan disini, diartikan perempuan berani mengambil sikap untuk menentukan arah hidupnya dengan resiko dan tanggung jawab yang siap dia emban, tanpa takut dan tertekan akibat kuatnya kontrol atas relasi yang tidak seimbang. Selanjutnya, penguatan keberdayaan bisa ditarik dalam ranah yang lebih luas, yakni keberdayaan ekonomi, sosial dan psikologis perempuan. Harapannya, ketika keberdayaan telah tumbuh, maka ia akan tahu  dan bisa memutus kekerasan yang ia alami, agar tak lagi menjadi korban kekerasan untuk kedua kalinya.

Hari ini, kita dapat menyaksikan masih banyak perempuan yang belum merayakan keadilan untuk dirinya sendiri. Masih banyak ruang-ruang kekerasan yang sengaja atau tidak, tetap dilanggengkan untuk kehidupan yang tak aman untuk perempuan. Ruang itu tak hanya dalam bentuk perselingkuhan, tetapi ia terselubung dalam ruang kebijakan dan peraturan-peraturan daerah. Mengutip kata Charles Malik seorang filsuf dari Lebanon “

[1] Manager Humas dan Media Rifka Annisa Women’s Cricis Center


Senin, 25 Februari 2013

Katamu, semacam Rindu


Akhirnya, tak ada yang menang dan kalah kan?
Suratmu kemarin membuatku tersenyum-senyum sendiri
Ada waktunya bahwa rindu akan selalu dibawa, kemana pun kamu pergi
Dan memang rasanya menyebalkan.
Rasanya dadamu sesak.
Dan begitulah, dude, kita sama.
Peluk dari Jogja :)


Rindu itu jelas tidak nyaman, ketika tiba-tiba jalurnya dipotong oleh jarak
Rindu itu melelahkan, ketika ruang saling menyentuh tertambat oleh perbedaan waktu
Rindu itu menyebalkan, ketika yang ku  ajak bicara hanya handphone, bukan aku
Rindu itu mendewasakan, ketika aku diajari untuk menahan dan memuntahkannya dibeberapa akhir pekan

Senin, 18 Februari 2013

Pesan Ibu

Tadi pagi saat aku sedang menyetir, kepalaku melayang dan berimajinasi. Seperti biasa, saya mendapatkan tesis yang sederhana "betapa tidak amannya menjadi perempuan". Tesis ini saya dapatkan ketika saya tengah berbicara dengan ibu saya . Ibu saya memberikan wejangan maut yang membuat saya terkaget-kaget, yang membuat saya akhirnya menarik tesis betapa tidak amannya menjadi perempuan. Kisah hidupnya menjadi contoh betapa perempuan tak pernah aman dalam jejaring aman di masyarakat maupun secara individual.

Jumat, 08 Februari 2013

I love my family

Hai, aku senang sekali. Kenapa? Aku sudah sangat dekat dengan kakak-kakak dan ibu. Persoalan kami selama bertahun-tahun sudah terselesaikan. Aku akhirnya ikhlas melepaskan bapak. Sesuatu yang kurasa menggangu pikiranku selama berbulan-bulan. Dan ibu, mas dan mbak ku ternyata sangat liberal, sama sepertiku.

Minggu, 27 Januari 2013

Ibu dan Pemberontakan


Ibuku adalah sosok yang kulihat antagonis, ia sama sekali tidak melankolis. Kami sering sekali bertengkar karena hal-hal yang kecil. Aku masih suka menyalahkan ibu karena sangat jarang menyempatkan waktu untuk mengasuhku dari kecil. Ia sangat sibuk bekerja, ia sibuk mengurus ayah ketika sakit. Ibu itu sangat keras kepala jika bertengkar dengan ku. Lalu aku biasa menutup pintu kamar atau tidak mau menelponnya selama berhari-hari. Tapi ibu tetaplah ibu, meski aku bertingkah polah menyulut pertengkaran, ia tetap setia menantiku pulang. Meski dia tahu aku jengkel karena pulang artinya aku tidak akan lama denganya. Ibu tetap bekerja dan pulang hingga malam.

Aku semacam anak yang tumbuh mandiri tanpa ibu yang senantiasa ada. Mungkin memang seperti itulah aku dibentuk. Aku sangat biasa memutuskan semuanya sendiri, bahkan sekolah pun aku mendaftar sendiri. Ibu tak pernah berguman ini itu soal pilihanku sekolah. Tetapi ia sering menganggapku liar karena sulit diatur. Aku pemberontak ulung dirumah. Aku memang tak suka jadi gadis jawa Solo, yang duduknya diatur. Aku benci aturan-aturan, ayah yang liberal membuatku lebih suka bergaul denganya, tetapi setelah ayah tak ada, tinggalah ibu yang diajak bicara. Aku tak siap. Aku melawan dan mengobarkan perang.

Setiap minggu, aku dan ibu bertengkar karena hal sepele. Aku tidak pulang, main hingga sore atau tiba-tiba sudah berada diluar kota tanpa sepengetahuanya. Begitu ia menelpon, ia akan terkaget aku ada di Banyuwangi, Bandung, Jakarta, Bangkok, Singapura, Bali dan Lombok. Ya, betapa ia mungkin tidak siap, anaknya tumbuh dengan dobrakan aturan. Ibuku shock ketika melihatku hanya memakai celana pendek ketika pulang ke Solo. Ibuku geleng-geleng kepala ketika ke acara arisan keluarga, aku mengenakan kaos. Intinya ibuku adalah orang yang sangat ketat aturan, sementara aku orang paling santai didunia. Aku tak suka birokrasi, aku tak suka janji-janji. Ibu sering bilang jadi perempuan harus nurut, tetapi aku adalah contoh kegagalan abadi. Bagaimana aku lebih sering beragumen menurut pandanganku dan menentang cara ibu. Dan ibu selalu mengalah, ia hidup untuk mengalah pada anaknya yang tak tahu aturan ini.

Semakin kesini, hubunganku dengan ibu memang kumaknai lebih dalam. Kami sering bertengkar karena watak kami memang sama. Sama-sama ngotot, sama-sama ngeyel. Itulah kenapa aku lebih cocok berbicara dengan ayah ketimbang berbicara dengan ibu. Ibu adalah cermin dari keras kepalanya Nyai Ontosoroh dalam berbisnis. Ibuku pebisnis ulung, tak ada yang bisa mengalahkan kuatnya ia mengatur keuangan rumah tangga, memiliki toko dagang, persewaan, mengurus sawah dan beberapa tenaga kerja dirumah. Aku yakin, ia lah sumber kekuatan, penopang keluarga ketika ayah ambruk, kakak-kakak sudah sibuk dengan urusannya sendiri. Ibu tetap siap, ibu tetap sigap dalam keras kepalanya untuk merawat ayah sendiri, ia ingin mengabdikan hidupnya untuk suaminya.

Karakternya menurun kepadaku, ia menurunkan sifat kerja keras dan mandiri. Ia mengajarkan nilai-nilai tekad yang kuat meraih cita-cita. Ibu ingin aku belajar rajin, sekolah diluar negeri dan bekerja mandiri. Tapi mungkin ia bukan orang yang bisa berkomunikasi dengan baik tentang kasih sayang. Ia keras padaku, tapi melunak ketika aku mulai diam dan mengunci diri dikamar. Ibu tahu aku bukan sosok yang mudah marah dengan emosional. Aku lebih suka mengurung diri dikamar, ia tahu jika aku sudah seperti itu, aku sedang dalam kondisi marah. Lalu ibu mengajakku makan dan berkata manis. Tanda ia minta maaf dan aku pun luluh

Ibu-ibu, maaf sering sekali membuatmu marah ditelepon. Karena itu caraku agar kau bisa mencambuku menyelesaikan skripsiku. Maaf kalau aku tak pulang, semua untukmu. Agar cepat kelar skripsiku, maaf aku sering tak meluangkan waktu, ini untukmu agar cita-citamu aku sekolah lagi dan mandiri tercapai. Ku genggam doamu agar aku rajin berdoa dan belajar. Bu,aku ingin kau bangga, meski hubungan kita selalu naik turun karena karakter kita yang sama-sama keras kepala, aku paham kita saling menyayangi dengan cara masing-masing. Dalam teriakan, ketidaksepakatan, dalam kesendirian, semua akan berlalu dengan baik. Kau akan bahagia bu, aku janji J

Growing Pains

Banyak kesedihan yang ku tanggung. Seandainya aku boleh meminta dan mengulang waktu, aku ingin Bapak ku sehat. Menemaniku aku tumbuh dengan ...