Sabtu, 16 April 2022

Ibun : My Litttle Inner Child

Aku adalah anak dalam diri Mbak Ann.

Namaku panggilanku Ibun..

Aku anak yang baik tapi sering merasa sedih jika ingat masa kecil. Aku ingat setiap detik dalam hidupku dipenuhi dengan kesedihan dan kemurungan. Dulu sebelum bapak sakit, aku sangat periang. Ibuku sangat galak kepadaku. Entah kenapa Ibu sangat sulit menerimaku secara apa adanya. Padahal aku amat sayang dan ingin ia bersikap baik kepadaku. Aku sering kali bertanya-tanya kepada diriku sendiri, apa salahku sampai Ibu berlaku sangat keras dan kasar kepadaku. Aku sedang belajar memaafkannya dan tidak ingin bertanya mengapa Ibu menjadi seperti itu kepadaku. Ia seperti tidak bisa berhenti menyerangku. Mungkin ibu membawa luka dari masa kecilnya dan menumpahkannya kepadaku. Dan aku bersyukur karena aku menyadarinya dan berjalan untuk tidak hanya terpaku pada masa lalu tapi ya hari ini, masa ini.

Mbak Ann benar-benar menolongku. Ia amat sayang kepadaku. selalu menenangkanku jika ada hal-hal membuatku marah dan benci, karena masa kecilku menyakitkan. Ia selalu mengajakku berpikir, bahwa semua hal yang terjadi pada hidup itu ada berbagai sisi. Aku sedang belajar mengerti banyak hal. Mbak Ann gak pernah memaksaku ini dan itu. Ia selalu memberiku ruang buat berekspresi, seperti lewat tulisan ini. Aku senang menulis dan suka sekali menulis. Aku bertemu dengan Mbak Ann dengan cara menulis. Waktu itu, aku datang ke Mbak Ann dengan marah-marah dan kesakitan. Ia kemudian menemuiku lewat tulisan. Saat Mbak Ann memelukku sambil juga ikut menangis, aku tahu, Mbak Ann mulai menyadari, aku sudah bertahun-tahun meminta bantuan tapi ia tidak tahu caranya untuk menemuiku. Sampai Mbak Ann akhirnya berupaya berhubungan denganku, meski ya aku masih sering marah-marah, tapi Mbak Ann baik banget, Ia tidak menyalahkanku, malah selalu bertanya, mengapa aku menjadi marah? Awalnya ya aku diem dan merengut, tapi Mbak Ann menatapku dengan senyuman hangat, lalu aku nangis sendiri. Lalu dia memelukku. Aku merasa aman sekarang. Mbak jangan jauh-jauh dari aku..

Senin, 11 April 2022

Berdamai dengan Duka

Saat menghadapi kedukaan, kehilangan orang tua ku, mungkin tak pernah terpikirkan akan mudah menjalaninya. Setelahnya, aku menghadapi kehilangan mamakku, om, bulik, kakak sepupu, eyang kakung, eyang putri dalam jangka waktu 2 tahun. Akhirnya aku memahami, bahwa yang kita punya hanyalah waktu yang terbatas. Hanya waktu itu lah yang bisa kita gunakan untuk memastikan kita meninggalkan kenangan indah dan menjadi orang baik. Kedukaan karena kematian lebih kompleks dan datangnya beruntun tentu tidak pernah mudah bagi siapapun. Aku tahu itu,

Keikhlasan bukan semata karena mereka telah kembali, tapi segala kenangan baik ataupun buruk yang mengikutinya akan selalu datang berdatangan. Kadang, ini juga membangkitkan kemarahan dan ingatan bawah sadar kita jika kita melalui penderitaan yang menyakitkan selama hidup dengan mereka.
Penerimaan bahwa waktu terbatas dan menerima semua secara apa adanya, tentu membutuhkan proses dan waktu. Dua tahun ini telah membawaku pada situasi dan kondisi yang berubah total. Ingin mengakhiri kehidupan karena rasa sakit yang tertinggal, menangis tanpa henti sepanjang hari, melempar buku-buku, memukul tembok berulang kali tapi pada akhirnya, yang kusadari hanya dengan menerima secara apa adanya segala rasa-rasa yang bergejolak, tidak melawannya, membuat segalanya menjadi lebih terang.
Ada banyak trauma yang tertinggal semenjak aku melihat ibuku dimakamkan. Setelahnya, aku selalu menghadiri pemakaman di jam-jam terakhir dan tidak datang ke ritual pemakaman. Aku hanya melihat dari jauh atau bahkan datang setelah prosesi selesai. Betapa banyak hal menghantuiku selama 2 tahun ini. Aku tahu, semua akan pulang dan disana, mereka yang telah pergi, mungkin juga harus berdamai dengan banyak hal untuk mengatakan cukup kepada kehidupan. Mungkin yang merasakan bahwa kehilangan itu tidak mudah bukan hanya aku. Dua tahun ini, ada banyak kematian dan kepergian. Semoga mereka, jiwa yang telah pergi, diberikan keridhoan, karena sejatinya aku memahami doa, selain untuk ketenangan hati, juga untuk menenangkan mereka, yang mungkin menyesal pergi terlampau cepat dan tidak sempat mengatakan bagaimana cara mencintai kehidupan dengan baik 🙂

Kamis, 07 April 2022

My Litte Ann, My Wounded Inner Child

Saat aku awal-awal mulai berkomunikasi dengan inner childku melalui tulisan, ada satu hal yang membuatku meneteskan air mata tanpa henti, saat ia menulis?

It's good to be alive? (apa hidup itu menyenangkan?).
I said "Gosh, how come? How many years did I let her in this suffering? (Aku berkata, bagaimana bisa? Aku membiarkan dia menderita bertahun-tahun?)
Sampai anak sepolos itu bertanya kepadaku, apa hidup itu menyenangkan? Ia benar-benar tidak memiliki gambaran bagaimana hidup yang menyenangkan. Saat itulah aku menangis tersedu-sedu tanpa henti. Aku berkali-kali meyakinkan ia bahwa kita berdua sudah dewasa. Butuh berbulan-bulan bagiku untuk meyakinkan bahwa dia sudah aman dan aku meminta maaf berkali-kali kepadanya. Meminta maaf karena tak sekalipun aku mengindahkannya hingga ia keluar dengan penuh amarah karena tidak terima telah disakiti oleh banyak hal. Menanggung banyak keperihan yang semestinya tidak perlu ia rasakan puluhan tahun.
Aku tahu, ia butuh waktu untuk memaafkan. Sampai sekarang, ia masih kerapkali sentimentil dengan berbagai hal. Itu kuterima sebagai bagian dari diriku yang setiap saat harus kurawat dengan penuh kesadaran. My little Ann, I know, you have too much pain and suffering. Accept it and we will grow up. I'm sorry to let you being alone many years. Sorry...sorry...

Surat Kepada Ann Kecil, My Little Inner Child

Terima kasih. Terima kasih dan hanya itu yang bisa kuucapkan padamu. Beribu-ribu kata maaf harus kukatakan kepadamu, maaf telah menumpuk luka, memaksakan banyak hal, maaf karena lupa mencintai dirimu.

Terima kasih untuk tetap melanjutkan hidup. Tak pernah menyangka akhirnya kita berdua saling bertemu. Berkorespondensi sepanjang hampir 1 tahun, bercerita banyak hal. Diawali dengan tulisan ceker ayam, penuh luapan marah. Terima kasih sudah datang dengan cara yang tak pernah kusangka. Meski dengan kekagetan yang luar biasa. Terima kasih sudah mengeti bahwa semua takdir Tuhan ini akhirnya kita alami berdua.
Aku tahu, menjalani terapi farmakologi hampir lebih dari 1 tahun, menjalani psikoterapi yang menyakitkan bukan perkara yang mudah. Membuka semua trauma, kekerasan psikis bukan hal mudah apalagi itu terjadi hampir sepanjang kehidupan hingga usia dewasa. Tapi seperti yang kukenal, engkau anak kecil yang pemberani, kuat dan tangguh. Terima kasih selalu mengingatkanku untuk menjadi dewasa sekaligus merawatmu setiap saat.
Terima kasih sudah mengingatkanku bahwa sudah saatnya menjadi dewasa dan mengerti. Terima kasih selalu mengingatkanku, jika aku tidak sendiri, kalau kita berdua punya Tuhan yang setiap saat bisa kita minta jika kita berdua benar-benar merasa sendirian. Terima kasih sekarang sudah jadi perempuan yang dewasa dan tegar. I love you my little Ann. I love you more than you know and it will be forever 🙂

Rabu, 06 April 2022

Menjadi Istri

Apakah menjadi istrinya Mas Ryan mudah?

Aku ingin mengatakan bahwa ini proses menjadi dan tumbuh. Bersama suamiku ini, aku banyak mendapatkan pelajaran tentang kehidupan. Salah satunya adalah adanya konsekuensi dari pernikahan. Ada harga yang harus kami bayar karena kami bersepakat bahwa pernikahan ini adalah pernikahan yang tumbuh. Kami satu tim dan harus menjadi, bergandengan tangan dunia akhirat.

Salah satu hal yang membuat hubungan ini tumbuh adalah kesadaran bahwa sebagai istri, suamiku adalah milik orang banyak. Aku menyadari hidupnya, tidak akan hanya menjadi milikku seorang. Suamiku adalah tumpuan dari orang banyak. Banyak orang yang membutuhkannya dan yang dipikirkan olehnya bukan hanya keluarga tetapi juga kepentingan orang banyak. 

Aku menyadari, pilihannya ini memiliki konsekuensi logis. Mas Ryan pernah mengatakan padaku, dan aku pun juga sudah pernah mendengarnya, terkait ucapan dari alm Gusdur. Hidup Gus Dur didedikasikan untuk Islam, Indonesia, NU dan terakhir adalah keluarganya. Aku membutuhkan waktu beberapa tahun untuk sampai pada titik aku harus mensupportnya secara ikhlas. Bahwa kami, keluarganya, akan menjadi prioritas kesekian dari pilihan hidupnya.

Aku mengingat, aku pernah marah kepadanya dan kecewa pada diriku sendiri, karena setelah kematian ibu, ia tidak menemaniku, tetapi mengerjakan pekerjaan yang berat karena sudah menjadi tanggungjawabnya pada banyak orang. Aku menahan dan kemudian jatuh depresi. Ia mungkin harus membayar mahal atas apa yang ia lakukan, sampai akhirnya aku pulih dan menyadari bahwa aku membutuhkan waktu dan jeda bersamanya pada waktu-waktu khusus, terutama menanggapi kedukaan yang sangat berat, apalagi ia datang pada masa pandemi.

Aku berkonsultasi banyak kepada psikolog tentang arah pernikahan ini. Depresiku sangat mengguncang pernikahan ini tapi diakhir, depresi ini justru memperkuat banyak hal dalam relasi kami. Aku memutuskan menjadi supporter utama untuk mendampinginya, tanpa mengeluh. Hidupnya memang didedikasikan untuk banyak orang. Aku sudah mengikhlaskan suamiku untuk menjadi bagian hidup orang banyak. Lagi pula, aku sudah memilihnya dan aku memutuskan untuk mendampinginya. Itu harga yang akan aku terima selalu karena aku mencintainya.

Senin, 04 April 2022

Yang Bernama Kepergiaan

Sesungguhnya ditinggalkan orang terkasih bukan hal yang mudah dijalani. Dua kali aku kehilangan orang terdekatku membuatku merasa hancur. Aku merasa trauma ditinggalkan, meskipun aku tahu hidup hanya akan berujung pada kematian. Tapi luka atas kematian sungguh membekas dan membuatku merasakan hidup yang jauh berbeda. Hidup penuh dengan kemurungan dan kesedihan. Ada yang hilang dan tak kumengerti mengapa rasanya seperti ini, aku kesulitan untuk menerima semua secara apa adanya. Hidup yang berubah dan tidak sama. Menyakitkan meski banyak sekali hikmah dibelakangnya. Aku tengah belajar mengerti maksud Tuhan. Meski aku tahu, Dia sebaik-baiknya pelindung dan penolong. Tapi tetap saja kematian itu sungguh-sungguh menyakitkan untuk diriku. 


Growing Pains

Banyak kesedihan yang ku tanggung. Seandainya aku boleh meminta dan mengulang waktu, aku ingin Bapak ku sehat. Menemaniku aku tumbuh dengan ...