Rabu, 13 Maret 2013

Kali Oyo : Semacam Perjalanan Melawan Diri


Ini perjalanan gila, melompat dari ketinggian 10 meter, menikmati sinar matahari dan tentu saja bermain dengan air. Perjalanan ini selalu memberi kenangan, kenangan untuk melawan diri sendiri dan kenangan untuk menikmati alam sungai Oyo di Gunung Kidul.Selalu rindu dengan tempat ini. Sangat!

Saya memulai perjalanan ini dari Solo, pukul lima pagi saya sudah bangun dan sholat subuh. Memutuskan untuk mandi dan merapikan barang-barang yang akan saya bawa ke Jogja. Saya berangkat agak terburu-buru tanpa sempat sarapan di rumah.

Ponakan-ponakan kecil saya masih terlelap tidur, meski samar saya mendengar mereka menangis. Ibu saya sudah berada di dapur, menyiapkan secangkir teh hangat untuk mengganjal rasa dingin. Saya bilang dan meminta maaf ke ibu, kalau tidak sempat sarapan dirumah, karena mengejar kereta jam 7 pagi di stasiun Purwosari.

Saya ke stasiun dengan menaiki bis, sembari melihat sawah yang melirik disisi kanan dan kiri mata kanan saya. Ini sungguh menyenangkan, menghirup udara pagi yang segar dan sinar matahari yang menyentuh lembut punggung tubuhmu. Saya sempat berbincang kepada kernet  bus, dia bertanya tentang tujuan saya. Seperti biasa, dari keseluruhan kernet yang sempat saya jumpai setiap minggu pagi, mereka mengira saya akan berangkat ke gereja. Alasannya hanya satu, saya tidak membawa kitab tentu saja tetapi mengira bahwa buku tebal yang saya bawa adalah Alkitab. Saya hanya tersenyum saja, kemudian turun di Purwosari.


Sekitar sepuluh menit menunggu, kereta  Sriwedari  yang saya akan tumpangi datang. Saya membenarkan letak syal baju saya . Memandang ke arah timur, berharap kereta segera berhenti. Karena saya sudah rindu Jogja, tempat romantis dan menyenangkan untuk menenangkan jiwa saya.

Perjalanan kereta menuju Jogja, membutuhkan waktu satu jam. Saya menyukai rentang perjalanan setelah klaten dan memotret kuningnya sawah di sekitar prambanan. Perjalanan memang bersifat pribadi, tergantung bagaimana hati memaknainya. Saya menyukai setiap perjalanan kereta, kereta memberi kita ruang untuk berbicara dengan buku dan membaca yang ada disekitar.

Pukul 8 kurang sepuluh menit, saya sampai di Lempuyangan, mengambil motor di parkir inap. Lekas berkendara ke Condong Catur, kost saya dan mandi lagi. Sangat rajin sekali memang, mandi dua kali dalam satu pagi. Hahahaha. Tetapi baiklah, ini baru awal. Karena hari ini saya mau body rafting di Kali Oyo Gunung Kidul. Saya tidak tahu apa yang nanti terjadi saat body rafting, tetapi saya percaya ini akan sangat menyenangkan karena bermain di dalam air. Saya yakin dengan apa yang dikatakan oleh Pandu, yang mengajak saya body rafting bahwa ini menyenangkan. Dan setelahnya, saya tidak menyesal!
Pukul 9 pagi saya sudah dijemput teman saya, Jantan naik ke Gunung Kidul. Jujur, saya paling takut untuk naik di daerah Pathuk karena teman saya pernah meninggal akibat kecelakaan di daerah Pathuk. So, masih saja enggan naik sendiri ke atas. Perjalanan sungguh menyenangkan, saya dan Jantan naik melalui jalur prambanan, melewati persawahan dan bukit-bukit. Sisa yang lain, saya dan Jantan kelelahan naik motor, karena merasa tidak segera sampai ke Wonosari.

Sekitar pukul 10 pagi, kami sampai di daerah alun-alun Wonosari. Saya dan Jantan menunggu Pandu menjemput karena kami tidak tahu rumah Pandu. Sekitar 10 menit menunggu, Pandu datang dan mengajak kami ke rumahnya. Kami bertiga makan dirumah Pandu, setelah berkenalan dengan orang tua dan adik kecilnya yang lucu, Salma. Menikmati sayur asem, ikan dan beberapa gorengan. Setelahnya, beberapa teman Pandu dari Gunung Kidul datang dan kemudian kami menuju Goa Pindul dan Kali Oyo.


Oke, lanjut ke cerita, setelah berkendara naik mobil kurang lebih 15 menit, kami sampai di Pindul. Pandu menanyakan kepada saya, mau ke Pindul atau loncat 10 meter di Kali Oyo. Karena saya suka tantengan, saya memilih Oyo. Saya tak berpikir meloncat dari ketinggian 10 meter bisa membuatmu pingsan, setidaknya saya berpikir pulang dengan keberanian dan tidak menyesal karena tidak mencoba.

Goa Pindul dan

Saya memandanginya, Kali Oyo. Air-air dan air, sesuatu yang membuat saya bahagia ketika bermain didalamnya. Saya seperti anak kecil yang suka main air! Suka banget. Kami dipandu oleh seorang pemandu. Satu sama lain dalam rombongan kami, harus saling berpegangan antar ban agar tidak terlepas dari rombongan. Saya bertiga, dengan Pandu, Jantan dan seorang pemandu, akhirnya memulai petualangan ini. Menghempaskan diri diatas ban, melihat langit, menikmati arus dan berteriak-teriak. Sungguh-sungguh menyenangkan.

Awal kami berjalan menggunakan ban, pada pertemuan arus, dan merasakan arus deras. Ini baru awal! Ya, kami menikmati setiap kejutan di arus Oyo. Sembari melihat bongkahan batu ciptaan Tuhan yang membentuk dengan indah di tepian kali Oyo. Kami banyak bercanda tentang kegilaan ini. Sampai akhirnya kami bertiga sampai di air terjun di kali Oyo. Ada dua tempat untuk melakukan atraksi terjun bebas. Dua tempat untuk meloncat ini masing-masing memiliki tinggi sekitar lima meter dan sepuluh meter. Awalnya  kami bertiga mencoba meloncat dari ketinggian 5 meter saja, sebagai pemanasan sebelum meloncat dari ketinggian 10 meter. Saya turun dari ban menuju pinggiran sungai. Karena tidak ada pijakan, saya terkaget dan berpegangan kepada teman saya. Untung tidak tenggelam, meski saya memakai pelampung. 

Kami bertiga antri untuk  meloncat dari ketinggian 5 meter, hup-hup-hup. Tinggi juga pikir saya, tetapi ini biasa saya lakukan kalau di kolam renang, ketinggian lima meter masih wajar. Dimulai dari Pandu, saya kemudian Jantan yang meloncat di atas permukaan air Oyo. Nyebur air dari ketinggian 5 meter itu sensasinya, antara deg-degan dan tak sabar. Tak boleh menunggu, karena banyak yang antri! Itu saja alasanku hahahaha. Pengakuan bahwa yang saya takutkan kalau nafas tak panjang dan terbentur. Setelah mengangkat alis melihat ke bawah, mau tak mau, suka tak suka akhirnya saya nyebur. Dan rasanya tak bisa dikatakan, didalam air yang layaknya Nescafe, saya membuka mata saya, membiarkan diri naik ke permukaan, lalu segera menyingkir ke pinggir sungai.

Ini baru yang lima meter, bagaimana yang sepuluh meter gumanku. Ini harus dicoba dan kalau tak mencoba kau akan menyesal Ann, ucap kata batinku. Kenekatan adalah modal utama, setidaknya mencobalah agar tak semata jadi pecundang. Saya naik tangga melewati guyuran air terjun , melewati sungai kecil dan naik ke pijakan 10 meter, tempat untuk melompat.

Dan, Oh My God, ternyata tinggi sekali. Saya melihat ke bawah, dan nyali saya diuji. Saya sudah naik ke atas, saya sudah memutuskan untuk naik, artinya saya harus paham konsekuensi untuk terjun. Saya yakin, saya tidak akan mati. Setidaknya ada pelampung, setidaknya dibawah ada yang pemandu yang menolong saya.

Saya melihat raut muka Jantan dan Pandu. Tak ubahnya saya, mereka maju mundur mendekati pinggiran loncatan. Jantan maju, Pandu mundur, saya pun begitu. Mengumpulkan keberanian, diantara beberapa orang yang ingin meloncat juga melakukan hal yang sama. Setelah 10 menit, Jantan akhirnya berani, ia loncat dan saya berucap, ini hal yang tolol yang pernah saya lakukan. Sudah sampai ke atas, haruskah turun. Sementara saya melihat Pandu yang juga bimbang, saya bertanya haruskah turun lewat tangga lagi. Ia tidak menjawab, tetapi paling tidak ia pernah mencoba sebelumnya dan baik-baik saja. Setidaknya ia masih hidup sampai detik ini, tak ada tragedi karena ia jatuh dari ketinggian 10 meter di atas kali oyo.

Dan tak dikira, Pandu juga akhirnya terjun tanpa banyak bicara dan saya terkaget-kaget. Artinya tinggal saya dari rombongan. Batin saya berontak, antara berani atau tidak sama sekali. Saya menunggu sekitar 3 menit untuk menyiapkan diri sebagai korban terakhir yang harus terjun.  Saya melewati pinggiran tempat untuk meloncat. Menghirup nafas panjang, mengencangkan pelampung, dan berharap akan baik-baik saja. Sebetulnya hal gila seperti inilah yang wajib dilakukan dalam hidup. Menantang diri sendiri, melawan diri sendiri, dan pasti jika bisa melewatinya, dari hal inilah kita akan paham siapa diri kita lebih dari kemampuan kita.

Saya melompat, menarik nafas panjang dan begitu terjun, rasanya gila! Seolah-olah nafas saya habis, karena tidak sampai ke muka air. Saya menahan nafas, takut kalau tahu-tahu menghirup nafas saat masuk air. Byuuuuur…sumpah  berbenturan dengan air rasanya menyakitkan memang. Tetapi begitu melihat gelembung-gelembung air disekitarmu, rasanya menyenangkan. Saya naik ke permukaan, berenang menuju pinggir dan berpegangan pada Pandu dan Jantan. Menunggu 2 menit dan melanjutkan perjalanan menggunakan ban.

Setelah berjalan, saya teriak-teriak tak jelas. Ini kebiasaan saya paling konyol dimana pun, ketika saya menaklukan diri saya sendiri, seperti saat naik Kawah Ijen, di gelanggang samudra dan menyelam di pinggir pantai.

Pandu dan Jantan tertawa geli melihatku, saat aku memainkan kaki di air sembari melihat langit. Pandu dan Jantan mulai usil mau melepaskan pegangan ban ku, tetapi aku okeh aja silahkan dilepaskan, karena pemandu mengikatkan tali di ban saya artinya saya adalah pemandu didepan, so kalau kalian lepaskan maka kalian yang terlepas dari rombongan. Hahahahah, sembari tertawa penuh kemenangan. Usil lagi, saya cipratin aja pakai air.  Pemandu kami juga tertawa melihat tingkah kami. Menurutnya Kali Oyo dan Gua Pindul memang sangat ramai dan konsekuensi jadi pemandu harus siap basah setiap saat. Tetapi semua menyenangkan, menurutnya banyak sekali orang-orang yang tidak berani meloncat dari ketinggian 10 meter.  Kalau ragu dan tidak berani, jangan meloncat. Karena bisa bahaya, ku pikir bisa juga pingsan.

Meski kulit saya mulai memerah karena terlalu sensitif bila kena air dan sinar matahari, saya menikmatinya. Sampai diujung pinggiran sungai, kami berhenti untuk naik ke permukaan. Jiwa klenik Pandu muncul, ia melihat akik. Ya sudah lah, dibiarkan saja dia mencai akik meski berakhir dengan tangan yang berdarah. Kami akhirnya baik ke atas mobil bak terbuka, kembali ke pos.Di pos tersedia kamar mandi dan juga beberapa warung makan jika kelaparan setelah menikmati body rafting.

Secara umum, body rafting di Oyo sangat menyenangkan, apalagi yang menyediakan fasilitas dan pemandu adalah orang-orang asli kali Oyo, sebuah hal yang positif untuk menambah income dan kesejahteraan bagi warga sekitar. Hal ini harus direspon secara positif oleh pemerintah daerah, agar potensi Oyo dan Pindul, tidak semata kemudian menjadi persoalan pendapatan tetapi juga menyangkut kepemilikan bersama, sehingga meredam konflik diantara klaim kepemilikan. Selain itu, upaya pelestarian dan menjaga kebersihan di Oyo dan Pindul wajib dilakukan, karena inilah satu-satunya cara agar alam Oyo dan Pindul tetap ramah kepada pengunjung dan warga sekitar

--Ann






Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Growing Pains

Banyak kesedihan yang ku tanggung. Seandainya aku boleh meminta dan mengulang waktu, aku ingin Bapak ku sehat. Menemaniku aku tumbuh dengan ...