Ini perjalanan
gila, melompat dari ketinggian 10 meter, menikmati sinar matahari dan tentu
saja bermain dengan air. Perjalanan ini selalu memberi kenangan, kenangan untuk
melawan diri sendiri dan kenangan untuk menikmati alam sungai Oyo di Gunung
Kidul.Selalu rindu dengan tempat ini. Sangat!
Saya
memulai perjalanan ini dari Solo, pukul lima pagi saya sudah bangun dan sholat
subuh. Memutuskan untuk mandi dan merapikan barang-barang yang akan saya bawa
ke Jogja. Saya berangkat agak terburu-buru tanpa sempat sarapan di rumah.
Ponakan-ponakan kecil saya masih terlelap
tidur, meski samar saya mendengar mereka menangis. Ibu saya sudah berada di
dapur, menyiapkan secangkir teh hangat untuk mengganjal rasa dingin. Saya
bilang dan meminta maaf ke ibu, kalau tidak sempat sarapan dirumah, karena
mengejar kereta jam 7 pagi di stasiun Purwosari.
Saya
ke stasiun dengan menaiki bis, sembari melihat sawah yang melirik disisi kanan
dan kiri mata kanan saya. Ini sungguh menyenangkan, menghirup udara pagi yang
segar dan sinar matahari yang menyentuh lembut punggung tubuhmu. Saya sempat
berbincang kepada kernet bus, dia
bertanya tentang tujuan saya. Seperti biasa, dari keseluruhan kernet yang
sempat saya jumpai setiap minggu pagi, mereka mengira saya akan berangkat ke
gereja. Alasannya hanya satu, saya tidak membawa kitab tentu saja tetapi
mengira bahwa buku tebal yang saya bawa adalah Alkitab. Saya hanya tersenyum
saja, kemudian turun di Purwosari.
Sekitar
sepuluh menit menunggu, kereta Sriwedari
yang saya akan tumpangi datang. Saya
membenarkan letak syal baju saya . Memandang ke arah timur, berharap kereta segera
berhenti. Karena saya sudah rindu Jogja, tempat romantis dan menyenangkan untuk
menenangkan jiwa saya.
Perjalanan
kereta menuju Jogja, membutuhkan waktu satu jam. Saya menyukai rentang
perjalanan setelah klaten dan memotret kuningnya sawah di sekitar prambanan.
Perjalanan memang bersifat pribadi, tergantung bagaimana hati memaknainya. Saya
menyukai setiap perjalanan kereta, kereta memberi kita ruang untuk berbicara
dengan buku dan membaca yang ada disekitar.
Pukul
8 kurang sepuluh menit, saya sampai di Lempuyangan, mengambil motor di parkir
inap. Lekas berkendara ke Condong Catur, kost saya dan mandi lagi. Sangat rajin
sekali memang, mandi dua kali dalam satu pagi. Hahahaha. Tetapi baiklah, ini
baru awal. Karena hari ini saya mau body rafting di Kali Oyo Gunung Kidul. Saya
tidak tahu apa yang nanti terjadi saat body rafting, tetapi saya percaya ini
akan sangat menyenangkan karena bermain di dalam air. Saya yakin dengan apa
yang dikatakan oleh Pandu, yang mengajak saya body rafting bahwa ini
menyenangkan. Dan setelahnya, saya tidak menyesal!
Pukul
9 pagi saya sudah dijemput teman saya, Jantan naik ke Gunung Kidul. Jujur, saya
paling takut untuk naik di daerah Pathuk karena teman saya pernah meninggal
akibat kecelakaan di daerah Pathuk. So, masih saja enggan naik sendiri ke atas.
Perjalanan sungguh menyenangkan, saya dan Jantan naik melalui jalur prambanan,
melewati persawahan dan bukit-bukit. Sisa yang lain, saya dan Jantan kelelahan
naik motor, karena merasa tidak segera sampai ke Wonosari.
Sekitar
pukul 10 pagi, kami sampai di daerah alun-alun Wonosari. Saya dan Jantan
menunggu Pandu menjemput karena kami tidak tahu rumah Pandu. Sekitar 10 menit
menunggu, Pandu datang dan mengajak kami ke rumahnya. Kami bertiga makan
dirumah Pandu, setelah berkenalan dengan orang tua dan adik kecilnya yang lucu,
Salma. Menikmati sayur asem, ikan dan beberapa gorengan. Setelahnya, beberapa
teman Pandu dari Gunung Kidul datang dan kemudian kami menuju Goa Pindul dan
Kali Oyo.
Oke,
lanjut ke cerita, setelah berkendara naik mobil kurang lebih 15 menit, kami
sampai di Pindul. Pandu menanyakan kepada saya, mau ke Pindul atau loncat 10
meter di Kali Oyo. Karena saya suka tantengan, saya memilih Oyo. Saya tak berpikir
meloncat dari ketinggian 10 meter bisa membuatmu pingsan, setidaknya saya
berpikir pulang dengan keberanian dan tidak menyesal karena tidak mencoba.
Goa Pindul dan
Saya
memandanginya, Kali Oyo. Air-air dan air, sesuatu yang membuat saya bahagia
ketika bermain didalamnya. Saya seperti anak kecil yang suka main air! Suka
banget. Kami dipandu oleh seorang pemandu. Satu sama lain dalam rombongan kami,
harus saling berpegangan antar ban agar tidak terlepas dari rombongan. Saya
bertiga, dengan Pandu, Jantan dan seorang pemandu, akhirnya memulai petualangan
ini. Menghempaskan diri diatas ban, melihat langit, menikmati arus dan
berteriak-teriak. Sungguh-sungguh menyenangkan.
Awal
kami berjalan menggunakan ban, pada pertemuan arus, dan merasakan arus deras.
Ini baru awal! Ya, kami menikmati setiap kejutan di arus Oyo. Sembari melihat
bongkahan batu ciptaan Tuhan yang membentuk dengan indah di tepian kali Oyo. Kami
banyak bercanda tentang kegilaan ini. Sampai akhirnya kami bertiga sampai di
air terjun di kali Oyo. Ada dua tempat untuk melakukan atraksi terjun bebas.
Dua tempat untuk meloncat ini masing-masing memiliki tinggi sekitar lima meter
dan sepuluh meter. Awalnya kami bertiga
mencoba meloncat dari ketinggian 5 meter saja, sebagai pemanasan sebelum
meloncat dari ketinggian 10 meter. Saya turun dari ban menuju pinggiran sungai.
Karena tidak ada pijakan, saya terkaget dan berpegangan kepada teman saya.
Untung tidak tenggelam, meski saya memakai pelampung.
Kami
bertiga antri untuk meloncat dari
ketinggian 5 meter, hup-hup-hup. Tinggi juga pikir saya, tetapi ini biasa saya
lakukan kalau di kolam renang, ketinggian lima meter masih wajar. Dimulai dari
Pandu, saya kemudian Jantan yang meloncat di atas permukaan air Oyo. Nyebur air
dari ketinggian 5 meter itu sensasinya, antara deg-degan dan tak sabar. Tak
boleh menunggu, karena banyak yang antri! Itu saja alasanku hahahaha. Pengakuan
bahwa yang saya takutkan kalau nafas tak panjang dan terbentur. Setelah
mengangkat alis melihat ke bawah, mau tak mau, suka tak suka akhirnya saya
nyebur. Dan rasanya tak bisa dikatakan, didalam air yang layaknya Nescafe, saya
membuka mata saya, membiarkan diri naik ke permukaan, lalu segera menyingkir ke
pinggir sungai.
Ini
baru yang lima meter, bagaimana yang sepuluh meter gumanku. Ini harus dicoba
dan kalau tak mencoba kau akan menyesal Ann, ucap kata batinku. Kenekatan
adalah modal utama, setidaknya mencobalah agar tak semata jadi pecundang. Saya
naik tangga melewati guyuran air terjun , melewati sungai kecil dan naik ke
pijakan 10 meter, tempat untuk melompat.
Dan,
Oh My God, ternyata tinggi sekali. Saya melihat ke bawah, dan nyali saya diuji.
Saya sudah naik ke atas, saya sudah memutuskan untuk naik, artinya saya harus
paham konsekuensi untuk terjun. Saya yakin, saya tidak akan mati. Setidaknya
ada pelampung, setidaknya dibawah ada yang pemandu yang menolong saya.
Saya
melihat raut muka Jantan dan Pandu. Tak ubahnya saya, mereka maju mundur
mendekati pinggiran loncatan. Jantan maju, Pandu mundur, saya pun begitu. Mengumpulkan
keberanian, diantara beberapa orang yang ingin meloncat juga melakukan hal yang
sama. Setelah 10 menit, Jantan akhirnya berani, ia loncat dan saya berucap, ini
hal yang tolol yang pernah saya lakukan. Sudah sampai ke atas, haruskah turun.
Sementara saya melihat Pandu yang juga bimbang, saya bertanya haruskah turun
lewat tangga lagi. Ia tidak menjawab, tetapi paling tidak ia pernah mencoba
sebelumnya dan baik-baik saja. Setidaknya ia masih hidup sampai detik ini, tak
ada tragedi karena ia jatuh dari ketinggian 10 meter di atas kali oyo.
Dan
tak dikira, Pandu juga akhirnya terjun tanpa banyak bicara dan saya
terkaget-kaget. Artinya tinggal saya dari rombongan. Batin saya berontak,
antara berani atau tidak sama sekali. Saya menunggu sekitar 3 menit untuk
menyiapkan diri sebagai korban terakhir yang harus terjun. Saya melewati pinggiran tempat untuk meloncat.
Menghirup nafas panjang, mengencangkan pelampung, dan berharap akan baik-baik
saja. Sebetulnya hal gila seperti inilah yang wajib dilakukan dalam hidup.
Menantang diri sendiri, melawan diri sendiri, dan pasti jika bisa melewatinya,
dari hal inilah kita akan paham siapa diri kita lebih dari kemampuan kita.
Saya
melompat, menarik nafas panjang dan begitu terjun, rasanya gila! Seolah-olah
nafas saya habis, karena tidak sampai ke muka air. Saya menahan nafas, takut
kalau tahu-tahu menghirup nafas saat masuk air. Byuuuuur…sumpah berbenturan dengan air rasanya menyakitkan
memang. Tetapi begitu melihat gelembung-gelembung air disekitarmu, rasanya
menyenangkan. Saya naik ke permukaan, berenang menuju pinggir dan berpegangan
pada Pandu dan Jantan. Menunggu 2 menit dan melanjutkan perjalanan menggunakan
ban.
Setelah
berjalan, saya teriak-teriak tak jelas. Ini kebiasaan saya paling konyol dimana
pun, ketika saya menaklukan diri saya sendiri, seperti saat naik Kawah Ijen, di
gelanggang samudra dan menyelam di pinggir pantai.
Pandu
dan Jantan tertawa geli melihatku, saat aku memainkan kaki di air sembari
melihat langit. Pandu dan Jantan mulai usil mau melepaskan pegangan ban ku,
tetapi aku okeh aja silahkan dilepaskan, karena pemandu mengikatkan tali di ban
saya artinya saya adalah pemandu didepan, so kalau kalian lepaskan maka kalian
yang terlepas dari rombongan. Hahahahah, sembari tertawa penuh kemenangan. Usil
lagi, saya cipratin aja pakai air. Pemandu kami juga tertawa melihat tingkah
kami. Menurutnya Kali Oyo dan Gua Pindul memang sangat ramai dan konsekuensi jadi pemandu harus
siap basah setiap saat. Tetapi semua menyenangkan, menurutnya banyak sekali
orang-orang yang tidak berani meloncat dari ketinggian 10 meter. Kalau ragu dan tidak berani, jangan meloncat.
Karena bisa bahaya, ku pikir bisa juga pingsan.
Meski
kulit saya mulai memerah karena terlalu sensitif bila kena air dan sinar
matahari, saya menikmatinya. Sampai diujung pinggiran sungai, kami berhenti
untuk naik ke permukaan. Jiwa klenik Pandu muncul, ia melihat akik. Ya sudah
lah, dibiarkan saja dia mencai akik meski berakhir dengan tangan yang berdarah.
Kami akhirnya baik ke atas mobil bak terbuka, kembali ke pos.Di pos tersedia
kamar mandi dan juga beberapa warung makan jika kelaparan setelah menikmati
body rafting.
Secara
umum, body rafting di Oyo sangat menyenangkan, apalagi yang menyediakan
fasilitas dan pemandu adalah orang-orang asli kali Oyo, sebuah hal yang positif
untuk menambah income dan kesejahteraan bagi warga sekitar. Hal ini harus
direspon secara positif oleh pemerintah daerah, agar potensi Oyo dan Pindul,
tidak semata kemudian menjadi persoalan pendapatan tetapi juga menyangkut
kepemilikan bersama, sehingga meredam konflik diantara klaim kepemilikan.
Selain itu, upaya pelestarian dan menjaga kebersihan di Oyo dan Pindul wajib
dilakukan, karena inilah satu-satunya cara agar alam Oyo dan Pindul tetap ramah
kepada pengunjung dan warga sekitar
--Ann
Tidak ada komentar:
Posting Komentar