Minggu, 11 Desember 2022

Mengeluarkan Trauma

Butuh keberanian besar untuk bertemu momen paling menyakitkan didalam hidup. Menemuinya butuh kesiapan, kesadaran dan pengertian. Beberapa hari belakangan, aku mulai mengeluarkan trauma lagi. Aku berupaya menyiapkan diriku untuk menemuinya, meski kadang efeknya jauh diluar perkiraanku. Aku sudah berupaya mindful tapi selalu ada drama yang tak terduga. Seperti beberapa hari yang lalu, aku masuk lagi ke trauma yang paling dalam. Tubuhku langsung gemetar hebat, kepalaku sakit, mulai memukul tembok, lalu menangis. Namun, itu ternyata tidak cukup. Selang tak berapa lama, aku memuntahkan semua makanan yang ada di perutku, padahal aku tidak sakit. Aku sendiri merasa merinding setelah itu. Aku takjub dengan keberanianku sendiri. Pelan-pelan, sakit didada seperti ada yang lepas meski belum semuanya. Masih ada sisa. Sebaiknya jika kalian belum ngerti handling dengan kondisi ini, harus didampingi psikolog. Diriku sendiri, berani karena aku dan pasanganku sudah tahu apa yang biasanya terjadi. Suamiku akan disampingku, jika aku mulai mengerluarkan gerak gerik melepas trauma. Ia tetap akan menunggu, jika perlu akan memelukku karena aku akan menangis ketika mengeluarkan trauma itu. Dan memang trauma ini harus dikeluarkan. Setelah rasa sakit itu, maka pelan-pelan akan pulih. Masih ada yang tersisa tapi tidak seperti dulu rasa traumanya. Aku pelan-pelan mulai berani dan kembali menjadi diriku sendiri. Menerima rasa sakit lalu melepaskannya. Emang ga enak sih, tapi ini cara satu-satunya menyembuhkan luka. Semakin kita mengenali diri dan luka, semakin kita bisa baik dengan diri sendiri dan orang lain 😊

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Suamiku

Setelah kurasa-rasakan, aku selalu meminta tolong kepadanya saat membutuhkan sesuatu. Sepertinya dia hadir dalam hidupku untuk menolongku. B...