Malam ini aku tak bisa tidur dengan nyenyak. Aku hanya
terkapar dan membolak-balikan tubuhku, ke kanan dan ke kiri, mengharap mata
akan terpejam. Namun, nampaknya aku kalut. Ada yang menganggu pikiranku.
Aku tak pernah merasa seresah ini, sepanjang usiaku menjadi perempuan dewasa. Aku tak pernah khawatir dengan hidup yang penuh ketidakpastian. Tapi kali ini, sebagian diriku mengadu pada kekhawatiran yang tak nampak untuk dibuktikan, nyata untuk dirasakan. Aku tak pernah meragu dalam kekalutan, tapi kali ini aku dihadapkan pada distorsi atas prinsip-prinsip yang kupegang dengan kenyataan lingkungan, yang membuatku terpukul dan meradang pada batinku sendiri.
Aku tak pernah merasa seresah ini, sepanjang usiaku menjadi perempuan dewasa. Aku tak pernah khawatir dengan hidup yang penuh ketidakpastian. Tapi kali ini, sebagian diriku mengadu pada kekhawatiran yang tak nampak untuk dibuktikan, nyata untuk dirasakan. Aku tak pernah meragu dalam kekalutan, tapi kali ini aku dihadapkan pada distorsi atas prinsip-prinsip yang kupegang dengan kenyataan lingkungan, yang membuatku terpukul dan meradang pada batinku sendiri.
Aku tahu bahwa pesan ayah terdahulu, akan selalu punya
makna dikemudian hari. Tentang peta yang sudah ia beri kepadaku untuk lelaku
hidup. Namun, aku gagal membacanya dan nampak terkecoh pada saat fakta
bermunculan. Aku sudah menciuminya, tetapi tak peka untuk merasakannya. Aku
didera pada kesalahan dan kefatalan yang membuatku tak habis pikir merecoki
diriku sendiri dengan bertanya mengapa bisa dan bagaimana mungkin? Sesuatu yang
ku bela mati-matian, pada akhirnya kalah telak ketika lubang besar itu telah
menjebloskanmu dalam-dalam, sementara aku tak ganjil menatapnya dari dulu.
Tadi sore, aku merecok habis-habisan dipinggir jendela. Aku
memarahi diriku sendiri bagaimana ini bisa terjadi kepadamu. Aku hanya terdiam
dan bisa mengatur emosiku agar tak perlu nampak pada tetumbuhan dan air
disekitar. Mereka seolah menatapku dengan nada bertanya. Sementara, aku tetap
berpura-pura menjalankan pekerjaan dengan seksama, menata jadwal dengan fokus,
meski mataku mengerlinang diantara jendela tentang penyesalan yang ku ukir
semalam, aduanku pada Tuhan untuk melindungimu dari segala mara bahaya dan
ketidakbaikan yang dibawa oleh setan, semoga itu mujarab. Paling tidak sebelum
kita bicara empat mata.
Apa yang paling mengganguku adalah karena kau perempuan
yang sangat berpengaruh dalam hidupku. Meski aku paham, secara lirih kau
berseloroh pernah menyesal dengan
pilihanmu, tetapi paling tidak aku ingin membuatmu mengerti bahwa penyesalan
memang sengaja diperlukan, jika ingin naik kelas. Hidup selalu bersinergi
dengan misteri, takdir mengantarkan kita pada nasib yang jauh berbeda. Katamu,
aku perempuan yang paling beruntung di dunia, mandiri, bisa bebas menentukan
langkahku sendiri, pintar, dan punya kemampuan juga visi kedepan. Tetapi
darimu, aku mendapatkan pelajaran berharga bahwa hidup tak kan mudah jika
mengambil keputusan tanpa pertimbangan matang, tanpa restu orang tua dan berkat
Tuhan. Maksudku, setidaknya aku hanya ingin kau tahu, bahwa meski jalan kita
berbeda, tetapi ada ikatan batin yang menyatukan. Setidaknya, kau tahu bahwa
aku selalu disampingmu dan menerimamu dalam kondisi paling burukmu.
Terlalu banyak waktu yang enggan kau ceritakan kepadaku,
meski kau tahu bahwa aku bisa menjadi salah satu jalan penerangmu saat kau
merasa gelap, seperti dulu saat aku percaya pada terangmu, yang menyelimuti
perjalananku yang kurasa makin gelap dan tak tentu arah.
Ah, andai kau mengerti perasaanku malam ini. Tak ada pesan
yang kau sampaikan padaku atau pada kami meski sudah kucoba mencarimu. Hanya
kuretaskan doa-doa, agar kau dilindungi. Sementara aku mencari celah-celah
untuk memahami kondisi. Tuhan, ku
mohonkan, jika aku sudah kehilangan satu laki-laki yang paling kucintai, jangan
kuatkan sesalku, karena tak mampu menolong dan menyelesaikan rasa sakit yang
dirasakan laki-laki yang paling kucintai, disisa akhir hidupnya. Semoga di
dalam lirihnya suara angin malam, Kau mendengar doaku dalam teduh. Semoga
lumuran keselamatan menyelimuti tiap jengkal kulitmu, yang tak ku tahu adanya
saat kau berada disana. Semoga…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar