Kamis, 12 Maret 2020

Doa-Doa Yang Bekerja Bersama

Akhirnya, hari ini tiba. Hari yang memasuki pintu-pintu hidup selanjutnya. Hari dimana kemungkinan-kemungkinan baru terbuka. Dan kami memutuskan untuk memasuki kemungkinan-kemungkinan baru yang entah apa, kami tak tahu. Tapi hari ini kami memutuskan apa yang kami tahu : menikah. Pintu yang memasuki segala entah. Kami percaya bahwa dengan berdua, akan menjadi banyak kemungkinan baru. Cinta yang kami yakini hingga melangkahkan kami ke “hari nikah” ini adalah cinta yang selalu kami harapkan menumbuhkan segala hal. Bukan cinta yang berarti satu tambah satu berarti menyatu, tetapi satu tambah satu yang bisa berarti dua, tiga, lima dan seterusnya. Sebab setiap manusia yang dilahirkan Tuhan memiliki sikap dan perbedaan-perbedaannya masing-masing, tidak harus melebur jadi satu karena pernikahan. Justru ia harus menumbuhkan “yang banyak”, melahirkan kemungkinan-kemungkinan baru yang lebih banyak, melahirkan kebaikan-kebaikan yang berguna bersama. Dan karena itulah kami belajar untuk menjadi dewasa, bukan semata karena usia, tetapi dalam laku dan pikiran, juga dalam rasa. Sebab dewasa juga adalah pertemuan-pertemuan (yang kadang pahit) dengan diri sendiri.

Cinta, sebuah pengertian yang selama berabad-abad menggetarkan hati dan membingungkan, sepatah kata yang dengan mudah pula jadi banal tapi juga bisa membuat orang merelakan dirinya sendiri. Kita tak bisa merumuskannya. Ia buka bagian dari yang secara formal kita ketahui. Dan mungkin karena itulah Ibnu Arabi mengatakan “Cinta tak punya definisi”. Ibnu Arabi, sufi dan pemikir kelahiran Spanyol dari abad ke-12 dalam risalahnya, Futuhat mengatakan “Ia yang mendefinisikan cinta berarti tak mengenalnya…sebab cinta adalah minum tanpa kehilangan haus.
Mungkin karena itulah kami melakoninya. Sebab kami tak juga mampu menjawab pertanyaan-pertanyaan , “kekasih kenapa kamu mencintaiku?”. Pertanyaan yang barangkali tak akan kami temukan jawabannya. Justru karena ketidaktahuan itu, kami meyakini sir (rasa) sir yang mendorong kami saling mencintai, dan tidak membutuhkan jawaban atas pertanyaan “Kenapa?”. Karena itu seolah kami menemukan keindahan-keindahan, seperti halnya hari ini.
Kami juga tak menghitung apa yang bisa saling kami berikan, atau apa yang saling kami minta. Sebab Cinta tak akan bisa hidup bersama perhitungan untung rugi, tak bisa dipakai dalam siasat politik. Cinta tak bisa menerima doktrin yang membekukan pikiran dan perasaan, doktrin yang ampuh untuk mengukuhkan kekuasaan. Cinta berani lepas dari itu semua. Ia mengembara, mencari terus menerus, mencoba memasuki misteri yang dihadirkan Tuhan.
Tentu saja bandul antara susah-senang, antara kekhawatiran-kekecewaan ada dalam diri kami, namun itu kami maknai sebagai gerak hidup. Kami meyakini bahwa hidup ya demikian itu, tidak ada yang bahagia selamanya, juga tidak ada yang akan susah selamanya. Bungah-susah itulah yang abadi dalam diri manusia. Kami menyadari sepenuhnya.
Dengan menikah, kami ingin sampai pada puncak pencapaian masing-masing. Karena dengan menikah, kami berharap saling mendukung harapan, cita-cita dan capaian-capaian personal. Kebebasan menentukan harapan pribadi mendorong kami untuk saling menjaga dan menghormati.
Kami memaknai pernikahan sebagai proses menjadi. Ia searah dengan cinta yang hanya bisa dimengerti sebagai proses. Ia tak pernah bisa dipotret utuh. Bukan sebuah terminal akhir. Justru karena itu kami berani. Keberanian adalah perkawinan antara harapan dan doa-doa. Dalam harapan ada optimisme tentang masa depan, tetapi juga ada pesimisme atas ketidakmampuan. Karena itu doa bersanding disampingnya. Tiap doa mengandung ketegangan. Doa selalu bergerak antara ekspresi yang yang berlimpah dan sikap diam, antara hasrat ingin mengerti dan rasa takjub yang juga takzim. Di depan Ilahi, Yang Maha Tak-Tersamai, lidah tak bisa bertingkah.
Dengan doa kami berharap segala. Doa-doa yang sahabat, rekan, bapak-ibu, sampaikan akan menjadi daya dorong sekaligus pengingat bagi kami, bahwa proses tak bisa sendiri. Oleh sebab itulah kami mengharapkan doa-doa bisa bekerja bersama : bekerja untuk Anda semua, untuk kami, dan untuk kita. Salam hangat dan penuh cinta dari kami.
Yogyakarta, 
Ryan dan Any

1 komentar:

Suamiku

Setelah kurasa-rasakan, aku selalu meminta tolong kepadanya saat membutuhkan sesuatu. Sepertinya dia hadir dalam hidupku untuk menolongku. B...