Setiap depresi punya cara tersendiri untuk menemukan "diri" untuk kembali. Siang itu, ditengah siang menjelang sore, cuaca cukup mendung. Saya menyetir sendirian melewati jalanan kota Solo. Ditengah kemacetan, kuarahkan mataku ke sisi kanan, sebuah pasar besar di kota Solo, Pasar Legi.
Kumelihat ada seorang ibu tengah menunggu sopir dan buruh gendong yang sedang menaikan barang-barang belanjaan ke atas mobil pick up. Sejurus kemudian memori itu kembali, ku menangis tersedu-sedu tanpa henti di depan pasar itu sembari menyetir. Air mataku menetes tanpa henti. Memori itu kembali, tentang Ibu.
Di pasar Legi, aku mengingat kenangan itu. Kenangan dimana aku diajak ibu ku membeli berbagai barang dagangan di Pasar Legi. Aku melihat diriku kecil digandeng dan digendong ibu sembari ibu menenteng barang-barang dagangan. Ia selalu menyuruhku duduk agar aku tidak capek mengikutinya berbelanja. Dari satu toko ke toko yang lain, ia mengajakku berkeliling. Melihat ibu berpeluh keringat dan memastikan bahwa aku, anaknya tetap dalam genggamannya.
Aku sudah kehilangan Ibu. Siang itu, aku tak mampu membendung air mata yang sudah kutahan mungkin 1 tahun sejak aku depresi. Aku baru menyadari ibu ku telah pergi dan tak akan kembali. Begitu banyak hal yang sudah terjadi, tapi tak ada yang bisa menandingi hancurnya perasaan hati ditinggal ibu. Tapi peristiwa itu telah membuatku menerima kenyataan bahwa ibu telah pergi. Dengan segala hal yang terjadi, aku tahu, bahwa aku selalu dicintai sepenuh hati oleh ibu ku. Aku mengenangnya setiap kali aku memasuki pasar. Tempat dimana hampir seluruh hidupnya dihabiskan, agar aku mendapatkan pendidikan yang layak dan hidup yang lebih baik. Bu..Nduk kangen...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar