I didn't have a happy childhood, I had a very tough childhood, and I didn't have a good relationship with my mum. That was a fact but now I have already transformed my pain to overcome.
Aku mengakui bahwa aku memiliki masa anak-anak yang tidak mudah. Sampai almarhumah ibu meninggal, dia tidak tahu, betapa aku sangat marah dan kecewa dengannya. Aku marah karena ia kasar dan keras kepadaku sejak kecil. Singkat cerita, amarahku meledak 6 bulan sejak ia pergi mendadak di Juni 2020.
Aku membawa amarah sekaligus kesedihan saat jatuh ke depresi. Amarah itu memuncak, saat aku amat kecewa karena sampai dia meninggal, ia tidak pernah tahu bahwa aku menyimpan kekecewaan yang dalam karena ia banyak meninggalkanku saat kecil, marah karena ia keras dan kasar kepadaku, marah karena aku tidak mendapatkan ibu yang hangat dan segala kekecewaan itu akhirnya meledak.
Saat itu suamiku bilang, bahwa aku banyak berubah, menarik diri sekaligus marah setelah ibu pergi. Kusadari sekarang, ekspresi marah yang ku keluarkan saat aku depresi adalah coping mechanism didalam inner childku. Setelah ibu tak ada, inner childku merasa lebih bebas untuk mengatakan banyak hal didalam tulisan, tangisan bahkan berkata-kata yang ia tujukan kepada alm ibu. Dalam beberapa momen, aku mengamati bagaimana ia nampak semakin membaik setelah mulai mengekspresikan rasa marah itu. Pelan-pelan, rasa sesak di dadaku sepenuhnya berkurang, gemuruh rasa marah itu mereda, lalu berganti kepada kesedihan, menangis. Lalu kemudian dia mulai memaafkan ibu dan menerimanya. It's long process. Butuh waktu 2 tahun. Kebetulan kemarin 2 tahun kepergiaan ibu dan dia mulai memaafkan banyak hal dimasa lalunya dan mulai jejeg memandang kedepan
But I believe, my mum knows about heaven. I do a deep conversation with her. She brought wounded inner child too but she gave me a chance to transform my pain. She pushed me to be well educated. This makes me know how to handle this pain. My mom didn't have this opportunity.
Ini seperti perjalanan yang tak pernah habis Aku merasa beruntung bahwa depresi membawaku pada pemahaman yang sangat dalam pada kehidupan. Membuatku mengenal diri sendiri lebih dalam. Ibuku tetaplah bagian dari diriku. Ia memang memberi luka tapi dari situ pula, aku belajar sebagai anak, untuk tidak lagi meneruskan luka generasi pada anak-anakku kelak. Cukup di aku.
Memang bisa dibilang, dengan mengenal inner child, aku bisa mengamati betul darimana akar dari sikap, tindakan dan perilaku yang seringkali dulu tak kusadari kulakukan karena melihat cara ibu melakukan sesuatu. Butuh waktu bagiku untuk mengamati dan behenti sementara, lalu dengan sadar bersikap. Pengamatanku membuatku tahu bahwa, memori kita masa kecil sangat membentuk bagaimana kita bersikap saat dewasa, tanpa sepenuhnya menyadari kenapa kita bersikap demikian. Berulang kali aku belajar mindfulness, kadang ya gagal (ya namanya juga manusia), kadang dengan jurnaling (ya kesannya sering ngalor ngidul), tapi setelah kubaca ulang, banyak hal yang kutulis menunjukan siapa diriku dan apa mauku sendiri. Ini proses seumur hidup, mengenal diri sendiri.
So enjoy your every single journey, you've done. Rasakan semuanya dan transformasi seluruh luka kalian untuk menjadikan kalian lebih baik. Kita semua akan baik-baik saja, kalian akan mampu melampauinya..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar