Yeay, Bali!
Sesampainya di Bali, aku dijemput kawan baruku si Yatna. Ia mengajakku naik mobil mengitari kuta arah utara. Perjalanan ini hampir menempuh waktu satu jam. Ia mengantuk, sopir terlihat serius mengemudi, sementara aku mengirimkan beberapa pesan kepada kawan yang membutuhkan bantuan di kantor. Kami berdua sempat berdiskusi dan bercerita tentang kenangan 98. Ya, 98 adalah tahun suram para aktivis dan mahasiswa dikejar-kejar oleh aparat. Telebih saat itu ia turun di jalan kota Semarang. Dan ia bercerita bahwa, ada seorang sopir taksi yang sudah mempersiapkan jerigen minyak. Sopir itu berkata kalau, para tentara sudah merangsek ke Semarang memakai tank. Ia dan teman-temannya akan bertindak tegas. Ucapnya "nek ngati sirahe ulo (mahasiswa) arep di pateni, buntute (rakyat) ora bakal meneng wae" (kalau sampai nanti mahasiswa diserang aparat, rakyat tidak akan tinggal diam). Sementara saya, saya adalah korban juga. Korban zaman keterputusan orde. Zaman 98 yang memperlihatkan kepada saya trauma mendalam, karena cici saya dari etnis Tiong Hoa dibunuh, dirampas hak nya tanpa pernah ada pertanggung jawaban dari negara!
Sesampainya di Bali, aku dijemput kawan baruku si Yatna. Ia mengajakku naik mobil mengitari kuta arah utara. Perjalanan ini hampir menempuh waktu satu jam. Ia mengantuk, sopir terlihat serius mengemudi, sementara aku mengirimkan beberapa pesan kepada kawan yang membutuhkan bantuan di kantor. Kami berdua sempat berdiskusi dan bercerita tentang kenangan 98. Ya, 98 adalah tahun suram para aktivis dan mahasiswa dikejar-kejar oleh aparat. Telebih saat itu ia turun di jalan kota Semarang. Dan ia bercerita bahwa, ada seorang sopir taksi yang sudah mempersiapkan jerigen minyak. Sopir itu berkata kalau, para tentara sudah merangsek ke Semarang memakai tank. Ia dan teman-temannya akan bertindak tegas. Ucapnya "nek ngati sirahe ulo (mahasiswa) arep di pateni, buntute (rakyat) ora bakal meneng wae" (kalau sampai nanti mahasiswa diserang aparat, rakyat tidak akan tinggal diam). Sementara saya, saya adalah korban juga. Korban zaman keterputusan orde. Zaman 98 yang memperlihatkan kepada saya trauma mendalam, karena cici saya dari etnis Tiong Hoa dibunuh, dirampas hak nya tanpa pernah ada pertanggung jawaban dari negara!
Wah bagus baget cerita ini. Salam pena. Keep inspiring :-)
BalasHapusinteresting story... ditunggu akhir ceritanya! teringat ketika saya mahasiswa berbau kencur ikut berdemo disemanggi dan juga menguras keringat membantu teman2 logistik di kampus Moestopo tercinta.
BalasHapusBad and good time ..