Kamis, 07 April 2022

My Litte Ann, My Wounded Inner Child

Saat aku awal-awal mulai berkomunikasi dengan inner childku melalui tulisan, ada satu hal yang membuatku meneteskan air mata tanpa henti, saat ia menulis?

It's good to be alive? (apa hidup itu menyenangkan?).
I said "Gosh, how come? How many years did I let her in this suffering? (Aku berkata, bagaimana bisa? Aku membiarkan dia menderita bertahun-tahun?)
Sampai anak sepolos itu bertanya kepadaku, apa hidup itu menyenangkan? Ia benar-benar tidak memiliki gambaran bagaimana hidup yang menyenangkan. Saat itulah aku menangis tersedu-sedu tanpa henti. Aku berkali-kali meyakinkan ia bahwa kita berdua sudah dewasa. Butuh berbulan-bulan bagiku untuk meyakinkan bahwa dia sudah aman dan aku meminta maaf berkali-kali kepadanya. Meminta maaf karena tak sekalipun aku mengindahkannya hingga ia keluar dengan penuh amarah karena tidak terima telah disakiti oleh banyak hal. Menanggung banyak keperihan yang semestinya tidak perlu ia rasakan puluhan tahun.
Aku tahu, ia butuh waktu untuk memaafkan. Sampai sekarang, ia masih kerapkali sentimentil dengan berbagai hal. Itu kuterima sebagai bagian dari diriku yang setiap saat harus kurawat dengan penuh kesadaran. My little Ann, I know, you have too much pain and suffering. Accept it and we will grow up. I'm sorry to let you being alone many years. Sorry...sorry...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Suamiku

Setelah kurasa-rasakan, aku selalu meminta tolong kepadanya saat membutuhkan sesuatu. Sepertinya dia hadir dalam hidupku untuk menolongku. B...